REVIEW: MEMBASUH LUKA PENGASUHAN DENGAN JALAN TAZKIYATUN NAFS
TJI Book Review oleh Kak lala
Setiap orang tua menginginkan
yang terbaik untuk anak-anaknya. Jikapun ada sebutan toxic parent, insyaAllah itu tidak mewakili keseluruhan orang tua. Namun
terkadang perbedaan cara pengasuhan masing-masing orang tua meninggalkan kesan
yang berbeda pula pada anak-anaknya ketika dewasa.
Buku Seri Kedua
Buku yang direview oleh kak lala, salah satu anggota komunitas TJI ini,
berjudul MEMBASUH LUKA PENGASUHAN DENGAN JALAN TAZKIYATUN NAFS yang ditulis
oleh Ulum A Saif. Perlu teman-teman ketahui bahwa ini adalah buku seri kedua
setelah buku MEMBASUH LUKA PENGASUHAN, di mana buku pertama ini ditulis
menggunakan sudut pandang psikologi dengan pendekatan DEPTH (Deep Psych With Tapping Technique). Nah,
dalam buku kedua yang direview kali
ini menggunakan sudut pandang qur’ani dengan pendekatan tazkiyatun nafs.
Luka Pengasuhan
Apa itu luka pengasuhan? Kak Lala,
yang juga merupakan alumni Public Speaking for Youth Batch 12
ini, mengambil kesimpulan dari beberapa jawaban yang dilontarkan oleh jannati
bahwa luka pengasuhan merupakan luka yang dialami oleh seorang manusia selama
proses pengasuhan oleh orang tua yang menyebabkan trauma atau kenangan buruk dalam
diri anak dan biasanya mempengaruhi sikapnya di masa sekarang jika kita belum
berdamai dengan luka-luka tersebut.
Respon Error
Luka pengasuhan memberikan dampak
negatif pada seseorang berupa respon error. Respon error dapat dimaknai sebagai
respon yang tidak sesuai dengan stimulannya, bahkan mungkin cenderung
berlebihan dan tidak terkendali. Parahnya, respon error ini akan semakin kuat
setelah menikah. Mengapa? Karena kenangan buruk itu lebih mudah bangkit kembai
jika mengalami peristiwa yang mirip dengan kenangan masa kecil. Contohnya, seorang istri yang periang tiba-tiba menjadi
pendiam setelah suaminya menyepelekan tentang pekerjaan rumahnya karena kenangan
buruk masa kecilnya muncul kembali. Stimulus dari kejadian tersebut adalah
menyepelekan orang lain.
Selain respon error, luka
pengasuhan berpotensi untuk merusak hubungan. Lalu bagaimana memutus mata
rantai pola pengasuhan yang, secara tak segaja, akan diwariskan turun temurun?
Berdamai dengan Luka
Berdamai dengan luka maksudnya
adalah memaafkan setiap kejadian menyakitkan dan memaafkan orang-orang yang
menyakiti kita sebagai bentuk penyembuhan
diri. Memaafkan mudah untuk diucapkan, namun menjadi sulit ketika
dipraktekkan, sebab hakikat memaafkan adalah menerima dengan ikhlas. Sedangkan ikhlas,
wujudnya tak nampak karena berkaitan dengan hati.
Dalam buku ini, penulis
mengelompokkan beberapa langkah penyembuhan diri, yaitu:
1.
Membersihkan badan
2.
Sikap terhormat
3.
Pendidikan
4.
Mengeluarkan zakat
5.
Melakukan dzikir
6.
Menggantungkan harapan pada Allah
7.
Bertaubat
Menarik bagi saya. Betapa lengkapnya
islam mengatur segala aspek kehidupan. Bahkan beberapa point yang sudah
disebutkan di atas tampak tak masuk akal bagi kebanyakan orang yang selalu
mengedepankan logikanya. Bagaimana mungkin zakat dapat menyembuhkan luka masa
lalu? Bagaimana bisa bertaubat disebut sebagai salah satu langkah untuk penyembuhan
diri? Otak kita tak sampai untuk memikirkan jawabannya.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,dengan harta itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah maha mendengar lagi
maha mengetahui.” (At Taubah:103)
“Maka apabila mereka bertaubat niscaya itu menjadi kebaikan bagi
mereka.” (At Taubah:74)
Al Qur’an Sebagai Penyembuh
Al Qur’an berisi segala solusi
permasalahan hidup. Mulai urusan yang besar sampai urusan yang kita anggap
remeh. Di akhir sesi review, kak Lala menyampaikan bahwa Al Qur’an bukanlah
sebuah obat, sebab obat tak selalu menyembuhkan. Tapi Al Qur’an adalah
penyembuh, karena penyembuh pastilah menyembuhkan.
Yang perlu kita pahami adalah
segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini tak lepas dari takdir dan
ketetapan Allah. Takdir Allah bagi hambanya selalu yang terbaik. Jika kita
merasa tak mendapatkan keadilan atau mengalami sesuatu yang pahit, bukan
berarti takdir Allah untuk kita buruk. Hanya saja, kita belum mengetahui hikmah
di balik peristiwa itu.
Semoga kita menjadi hamba yang selalu berbaik sangka pada ketetapan Allah.
PROFIL REVIEWER:
Nama Laelatul Khodria, perempuan
asal Cirebon, lulusan S1 Program Studi PGPAUD di Universitas Pendidikan
Indonesia. Pengalaman kerja dan organisasi:
1. PPLSP
sebagai guru di Sekolah Bianglala, Bandung
2. Guru
pendamping di TK BC Al Muhyidin, Bandung
3. Guru
ngaji subuh di Masjid Al Muhyidin, Bandung
4. Admin
di Rumah Keluarga Berdaya, Bandung
5. Anggota
aktif di Komunitas Indonesia Membaca, Rumah Pena Alegori, dan Sakeena Circle
6. Anggota
aktif di Komunitas Lingkungan Hidup