Pernahkah
Jannati memimpikan hidup di luar negeri? Lalu bagaimana hidup menjadi muslim di
negara yang mayoritas non-muslim? Pada tanggal 1 Oktober kemarin, TJI Sharing
Session menghadirkan seorang narasumber yang sudah pernah tinggal di berbagai
macam negara. Simak pengalamannya, yuk!
Sebelum menceritakan pengalamannya, lebih baik untuk mengenal Narasumber
terlebih dulu. Beliau adalah Rohmah Rahmawati, biasa dipanggil Rohmah. Ia lahir
dan besar di Jakarta, tetapi sekarang berdomisili Ankeny, lowa, USA. Aktivitas
sehari-hari beliau adalah sebagai Ibu rumah tangga dengan satu anak yang saat ini berusia lima tahun.
|
Poster TJI Sharing Session - Emak Rantau Melintasi Tiga Benua |
Selain itu,
beliau juga akftif berkegiatan online sebagai mahasiswa dan kepala cabang Kipma
Efrimenia di Komunitas Ibu Profesional. Terlebih lagi ketertarikannya dalam
bidang kepenulisan yang membuatnya menghasilkan karya 15 buku antologi. Beliau
juga menekuni hobinya dalam memasak dan quilting.
Sebelumnya, mba Rohmah sudah pernah berangan-angan untuk tinggal di luar negeri dan menikah
dengan WNA. Ajaibnya, saat ini beliau hidup di luar negeri dengan suami yang merupakan
Warga Negara Amerika. Indah sekali ya bisa hidup di dalam mimpinya sendiri, Jannati!
Setelah itu
beliau kembali ke Jakarta, sementara suaminya pindah ke Kuwait. Ia belum bisa ikut
Suami ke Kuwait karena belum ada visa pada saat itu. Jadi, mba Rohmah menjalani
Long Distance Marriage selama 7 bulan hanya untuk mempersiapkan visa.
Penantian Panjang mba Rohmah membuahkan hasil, hingga akhirnya ia menetap di Kuwait,
dan melahirkan putra semata wayangnya, yaitu Ismail.
Setelah tinggal di Kuwait selama setahun, mba Rohmah dan suami berpindah lagi
ke Marocco, suaminya ingin melanjutkan studi di Universitas Islam di sana,
tetapi terhalang proses administrasi yang merepotkan. Lalu, berpindah lagi ke
Sudan karena suaminya melanjutkan studi disana, hingga akhirnya mendapatkan
beasiswa ke Madinah.
Alhasil, suaminya melanjutkan studinya ke Madinah, dan mba Rohmah kembali ke
Jakarta. Sehingga mba Rohmah dan suami menjalani Long Distance Marriage lagi
selama setahun. Tetapi, pada akhirnya sang suami memutuskan untuk kembali ke
USA dan melepas Madinah dengan alasan lebih baik hidup bersama keluarga.
Walaupun
suami mba Rohmah memiliki impian untuk studi di Universitas Islam, tapi
suaminya tak tega hati untuk meninggalkan istri dan anaknya. Sang suami lebih
mementingkan menjalani peran sebagai suami dan ayah dibanding merantau sebagai
pelajar. Setidaknya dia sudah mencoba untuk mencapai impiannya tersebut, ujar
mba Rohmah.
Pengalaman mba
Rohmah yang paling berkesan adalah ketika ia hidup di Kuwait, karena beliau bisa
menikmati fasilitas muslim dan banyak teman sesama muslim atau Indonesia disana.
Menurutnya, setiap tempat punya sisi baik dan buruk. idak ada yg sempurna,
begitu pun sebaliknya.
Hal ini berlaku ketika mba Rohmah tinggal di Kamboja dengan mayoritas penganut
Budha. Namun ia tinggal di lingkungan Muslim berbarengan dengan sesama muslim lainnya.
Sehingga ia mudah menemukan mushola, dan restoran halal.
Beliau juga
menambahkan, di kota Phnom Phen sendiri sudah banyak restoran halal dan
terdapat masjid besar, karena kota tersebut adalah kota pariwisata yang banyak
dikunjungi turis dari berbagai macam negara, seperti Indonesia, Malaysia,
Mesir, Kuwait, Arab Saudi, dan negara lainnya.
Saat tinggal
di Kamboja, mba Rohmah tidak pernah mendapatkan diskriminasi, karena di negara
tersebut sudah banyak Muslimah yang memakai tutup kepala/hijab pendeknya saat bersekolah
di sekolah umum. Sedangkan untuk di pedesaan sudah banyak sekolah khusus muslim.
Selain pernah
tinggal di lingkungan muslim, mba Rohmah juga mendapatkan kemudahan dalam
mengakses fasilitas muslim, karena di KBRI Indonesia juga banyak yang muslim. Sehingga
ada kegiatan khusus muslim. Saat itu, beliau mengikuti pengajian mingguan dengan
ibu-ibu dari KBRI.
Namun, dari banyaknya pengalaman mba Rohmah melanglang buana ke berbagai benua,
tentu saja tidak hanya merasakan hak istimewa sebagai muslim. Tetapi ia juga
pernah mengalami susahnya hidup menjadi muslim, seperti ketika beliau tinggal
di USA yang jarang sekali ditemukan sesama muslim, masjid ataupun makanan yang
halal.
Untuk
menyiasati kesulitan tersebut, mba Rohmah memiliki caranya tersendiri untuk menjalani
hidup sebagai muslim di negara minoritas, terutama dalam hal memilah-milih
makanan yang halal.
Menurutnya,
untuk makanan halal di negara non-muslim sebenarnya kita bisa memilih untuk
full Halal atau ambil keringanan. Selama tinggal di tempat non-muslim dan sulit
menemukan penjual makanan halal, maka kita bisa memakan makanan tersebut dan
dikembalikan ke hukum asalnya.
Misalnya jika
ingin memakan daging sapi atau ayam, hukumnya yang halal adalah ketika di sembelih
secara islami. Namun jikalau tidak ada atau tidak memungkinkan untuk membeli daging
tersebut, kita bisa membelinya di toko umum daging sapi atau ayam. Asalkan
hukumnya daging tersebut halal untuk dimakan.
Lalu, untuk
makanan olahan kita harus paham campuran atau prosesnya bagaimana agar tidak
bercampur dengan bahan makanan haram, seperti babi serta urunannya, alkohol,
dan bahan lainnya yang berbahaya
Mba Rohmah
sudah belajar banyak hal mengenai adaptasi atau penyesuaian diri dengan
beberapa tata cara ibadah yang agak berbeda, karena perbebdaan mazhab. Tentu
saja hal ini tidak menjadi kendala untuk mba Rohmah. Di tambah ia dan suami memiliki
jiwa petualangan, sehingga lebih mudah untuk mereka berdua beradaptasi dengan
budaya baru.
Selain
urusan memilih makanan halal dan beradaptasi dengan budaya yang baru, mba
Rohmah juga memiliki trik khusus untuk berpindah-pindah. Menurutnya, bawa
barang yang hanya di perlukan saja. Jika bisa dibeli di negara setempat, tidak
perlu membawanya lagi. Lalu jika ingin pindah lagi, hibahkan barang yang sudah
di beli tersebut kepada teman.
Walaupun
mba Rohmah termasuk orang yang apik dalam menjaga barang, ia tidak mau begitu berat
untuk melepaskan tersebut. Pada akhirnya semua itu hanya urusan dunia yang akan
kita tinggalkan, termasuk melepaskan keluarga di Indonesia. Mba Rohmah sudah
bersiap diri jikalau tidak ada umur dan tidak bisa berjumpa lagi.
Semua kesulitan
yang sudah dialami oleh mba Rohmah tetap ia jalani dengan senang hati, karena
semua ini adalah bagian dari impiannya yang sudah diwujudkan oleh Allah.
Sehingga ia harus menerima konsekuensi dari mimpinya, dan belajar untuk menikmati
semua kerepotan yang ia alami. Mashaallah sekali ya, Jannati?
0 komentar :
Posting Komentar