Proses Menemukan Genre dalam Menulis

Rabu, 15 Desember 2021

Proses Menemukan Genre dalam Menulis





Untuk sebagian orang, kegiatan menulis memang mengasyikan, terutama menulis cerita fiksi yang membutuhkan imajinasi kuat. Tetapi, untuk memperdalami genre tulisan yang kita buat membutuhkan proses yang panjang. Di TJI Sharing session tanggal 17 September 2021 kemarin menghadirkan seorang narasumber yang merupakan seorang novelis. Simak pengalamannya, yuk!



Mari kita mengenal narasumbernya terlebih dahulu, namanya adalah Dzawata Afnan, atau lebih sering dipanggil “Tata”, berasal dari Demak. Ia pernah mengikuti organisasi Literasi FLP angkatan 13 dan Books On Wheels Demak. Lalu, juga pernah mengajar di Yayasan Teratai Putih Global School  di tahun 2012 - 2018.


Poster TJI Sharing Session - Menemukan Genre dalam Menulis



Selain itu, mba Tata juga seorang penulis artikel di Reviens Media dan sempat menjadi editor di Pikiran Rakyat (Demak Bicara). Terlebih lagi, ia pernah menulis 5 buku antologi, 4 buku solo, dan juga skenario film lokal yang berjudul Daringan, Pesan Takdir, dan Rihlah Cinta.


Dengan segudang prestasinya di bidang literasi, ternyata Mba Tata adalah lulusan S1 Matematika serta S2 Management. Wah, hebat sekali walaupun ia menempuh pendidikan dengan latar belakang yang jauh dengan dunia literasi, mashallah ya, Jannati!


Tentu masih banyak yang bertanya-tanya, mengapa mba Tata terjun ke dalam dunia kepenulisan, meskipun latar pendidikannya berbeda sekali? Ia bercerita semuanya berawal dari rasa penasaran. Awalnya ia belum terbiasa menulis, karena sedari kuliah terpaku dengan rumus matematika, hingga akhirnya mba Tata menantang dirinya untuk terus menulis hingga terbiasa. 


Mba Tata membuat pengandaian yang unik perihal proses menemukan genre dalam menulis. Menurutnya membaca itu seperti makan, apa saja masuk, tetapi tetap ada makanan (read: genre) favorit. Lalu Menulis itu adalah hasil dari makanan itu. Hasilnya itu adalah pembuangan dari proses tersebut. Jadi, lupakan dan lepaskan dari apa yang kita tulis. 


Nah, dalam proses itu sadar tidak sadar kita telah menemukan genre secara alami. Apa yg kita baca, contoh ; kita suka baca novel genre romance. Saking seringnya kita punya bank kata untuk menuangkannya kembali. 


Genre secara alami adalah bacaan favorit kita.  Jika kita menyukai bacaaan tentang sejarah. Pasti kita tidak jauh-jauh menulis  tentang sejarah juga. Bisa saja kita improvisasi dengan sejarah apa yang bisa dijadikan ide untuk bahan tulisan.


Hal tersebut hanya berlaku untuk tulisan pribadi. Berbeda lagi jika kita  menulis untuk tuntutan pekerjaan, kebutuhan profesional. Mau gak mau suka gak suka kita harus memaksakan diri untuk mengerjakannya. Kalo ditanya suka, Pasti menjawab iya karena kebutuhan.Hal inilah yang sedang dialami oleh MbaTata. 


Terlepas dari itu, Mba Tata lebih menyukai genre tulisan fiksi-romansa. Genre buku bacaannya pun juga mengikuti demikian. Namun, ia tidak bertahan lama untuk menulis berita sebagai tuntutan pekerjaan, karena menulisnya memakai ambisi, bukan berasal dari hati. 


Keunikan dari novel fiksi-romansa yang mba Tata tulis tidak hanya terpaku dengan adegan romantis saja, tetapi juga diselipkan dengan nilai-nilai sosial yang terjadi pada saat itu, tujuannya adalah agar anak muda lebih kritis dengan lingkungan sekitar. 


Untuk menulis novel dan cerita fiksi lainnya, mba Tata terbiasa menulis melalui platform Reviens untuk artikel ringan. Salah satu karyanya pernah menjadi juara favorit dalam acara hari Ibu adalah “Selamat Pagi Covid” yang bisa Jannati baca  disini.


Terlebih, Mba Tata memiliki tips dalam menulis novel. Menurutnya penting sekali untuk membuat outline terlebih dahulu, karena fungsinya sebagai stabilitas konsistensi dari plot yang tuliskan. Terlebih agar tidak mudah tergoda dengan ide-ide lain yang menghambat tulisan kita sendiri.  


Mba Tata juga pernah merasakan menulis novel tidak sesuai dengan outline yang dibuat. Hasilnya tentu berbeda jika berkiblat dengan outline yang sudah dibuat di awal. Semua tergantung kepada kebutuhan masing - masing untuk mengembang cerita plotnya. 


Selain itu, mba Tata juga sedang memperdalami penulisan script film. Awal mulanya di pandemi tahun 2020 lalu  ia dilanda kegabutan karena Kegiatannya yang terbatas, dan di daerah pesisir pantai ada temannya yang juga penyuka seni.Tentu, mba Tata yang menulis skenario, didampingi dengan sutradara teater, dan kameramen, hingga akhirnya tercipta sebuah karya film pendek.


Perbedaan gaya menulis novel dan skrip film tentu dialami oleh mbaTata. Keduanya sama-sama menyenangkan, tetapi untuk menulis skenario imajinasi dipaksa menghubungkan keadaan dalam bentuk visual yang lebih realistis, serta diksi yang lumrah dilontarkan untuk skenario, dibanding dengan penulisan novel yang membutuhkan variasi kata dan imajinasi.


Untuk proses pembuatan skenario dan skrip sendiri membutuhkan diskusi terlebih dahulu dengan tim produksi agar sutradara paham dengan cerita yang dituliskan oleh penulis. Jika sutradara setuju, baru skrip dan skenario bisa digarap. 


Hasil karya dari film lokal yang mba Tata buat bisa Jannati tonton disini


Intinya, menulis itu tujuannya adalah sebuah karya yang membebaskan hati. Selama kita enjoy menjalaninya, lantas kita harus tetap menulis dan menulis untuk menemukan genre yang kita nikmati.




0 komentar :

Posting Komentar