November 2021

Minggu, 28 November 2021

Bertransaksi dengan Allah, Hal Baik atau Buruk?





Tahukah Jannati, hal lain yang mempermudah jalan kita adalah keikhlasan dalam menyerahkan hal duniawi kita kepada Allah. Ada yg berserah dengan kepasrahannya, perjuangannya, keikhlasannya, atau mendekatkan dirinya dengan al-Quran. Dengan kata lain, kita bertransaksi dengan Allah.

Pengertian tersebut merupakan cuplikan dari acara mingguan TJI Book Review yang berjudul “Nota Kontan untuk Tuhan” yang diadakan pada hari jumat, tanggal 24 September 2021 lalu.

 

Buku ini di ulas oleh seorang dokter, beliau bernama Lutfir Rahman Taris, selain menjadi seorang dokter Umum di RSD Soebandi, beliau juga berprofesi sebagai ahli tenaga Lab Parahita di Jember. Dr. Lutfir pernah menerbitkan dua bukunya, yaitu Kutemukan Cinta-Mu, dan Survive for Life.

 

Poster TJI Book Review - Nota Kontan Untuk Tuhan

Penulis buku Nota Kontan untuk Tuhan sendiri adalah dr. Muhammad Syukri, dan dr. Shayma Karimah al Hafidzah. Kedua penulis tersebut adalah sepasang suami-istri alumni Universitas Sebelas Maret, Solo. Selama di bangku kuliah, Dr. Syukri dan Dr. Shayma merupakan aktifis kampus dan sama-sama penerima beasiswa Dompet Dhuafa.

 

Dr. Syukri berasal dari Kediri, beliau pernah menjadi ketua UKM kerohanian FK dan ketua FSLDK se Indonesia. Ia Juga pernah menulis buku berjudul Hidup Sekali Jangan Merugi. Sementara Dr. Shayma pernah menjadi Hafizhah, sehingga  beliau pernah menjadi Wakil Ketua komunitas Qur’an di UNS

 

Buku ini berangkat dari sebuah kejadian kecil. Waktu itu, ada seorang mahasiswa kedokteran yang hidup dengan uang bidik misi datang ke penulis. Dia menyerahkan sebagian uang bidikmisinya yang baru turun untuk diberikan ke anak yatim. Penulis bertanya, "Lalu kamu bagaimana?" Dia hanya tersenyum.

 

Cover Buku "Nota Kontan Untuk Tuhan"

Sekian waktu berlalu, dia ternyata berhasil berangkat ke luar negeri untuk pertukaran pelajar. Waktu dia tanya "Kok bisa ya saya ke luar negeri?" Penulis ingatkan dia tentang uang yang dia berikan pada anak2 yatim itu. Mungkin saat dia serahkan uang itu, dia merasa tidak sedang terjadi apa2.

 

Tetapi dia lupa, dia sedang bertransaksi dengan Tuhan. Tuhan mencatatnya, dan akan membayarnya dengan bayaran berlipat. Itulah yg namanya transaksi. Dimana setiap transaksi ada nota nya, dan setiap lembar nota itu tuhan tuliskan "surga" di kolom harga.

 

Berangkat dari situ lah, penulis ingin mengingatkan kepada pembaca bahwa hidup kita ini sebenarya akan selalu berkutat dengan transaksi2. Maka pilihannya hanya dua: transaksi dengan tuhan, atau transaksi dengan keburukan?

 

Setiap transaksi itu memerlukan keyakinan yg penuh bahwa Allah benar2 akan membayar nota yg dia serahkan saat transaksi sedang terjadi. Dan setiap transaksi itu akan selalu menghadirkan "surga" yg berbeda-beda, dan selalu unik.

 

Maka buku ini mengajak kita berfikir kembali, sudahkah kita bertransaksi dengan tuhan kita, sehingga kita layak dihadiahi "surga"?

 

Pada nota keikhlasan terdapat ustadz yang dengan ringan hati berangkat dari sekitar jam 3 pagi untuk berdakwah. Pesertanya adalah mahasiswa. Waktunya setelah Shubuh di mana perjalanan dari rumahnya memakan kurang lebih satu jam. Tidak ada perjanjian imbalan sebelumnya.

 

Bisa dibayangkan pesertanya sudah lelah berkegiatan semalaman dan disuruh bangun pagi untuk mendengarkan ceramah, maka di bayangan kita pesertanya mesti banyak yang ngantuk atau malah tidur. Ustadz tersebut tak banyak berpikir untuk mengiyakan kesempatan dakwah itu.

 

Selesainya, ketika ustadz dikasih uang transportasi, maka uang itu dikembalikan cuma-cuma. Beliau bilang untuk panitia sebagai tambah-tambah. Cerita dalam KKN, seleksi beasiswa, dan kepanitiaan juga mewarnai nota keikhlasan

 

Dalam nota kepasrahan, ada cerita mahasiswa semester akhir yang "bertarung" untuk skripsinya. Dia lebih "mendahulukan tuhannya" dari pada logikanya. Mendahulukan shalat dhuha dari pada berburu tanda tangan untuk skripsinya. Padahal hari itu adalah deadlinenya.

 

Singkat cerita dia membutuhkan 5 tanda tangan di hari itu dan deadlinenya hari itu juga, kalau tidak akan mundur skripsinya. Jalan cerita berbicara, kedua pengisi kuliah pulang lebih cepat. Ketika dia menelpon salah satu pembimbingnya dan menemuinya, maka bersama pembimbing itu ada pembimbing dan penguji skripsi juga. Dimudahkan dalam satu waktu, tidak terpikirkan sebelumnya.

 

Cuplikan Buku "Nota Kontan Untuk Tuhan"

Cerita lainnya dalam nota kepasrahan tentang impian masuk kuliah kedokteran, impian mengikuti seminar, cerita persalinan, dakwah melawan kemungkaran, dan pukul 25.00 sebagai waktu yang "tersisakan"

 

Lebih tepatnya, Jam ke-25 adalah kumpulan waktu-waktu luang yang bisa dimanfaatkan, contohnya adalah waktu menunggu pesawat, waktu menunggu antrian, waktu perjalanan dari rumah ke tujuan. Dalam waktu tersebut Jannati bisa memanfaatkannya dengan perbanyak berdzikir kepada Allah.

 

Lalu, penulis menambahkan tips lain untuk mempermudah atau mempercepat hidup Jannati dengan sumber daya dari Allah, diantara-nya adalah:

 

1. Istigfar (Nuh: 10-12)

2. Shalawat (Al Ahzab: 56)

3. Tahajud

4. Dhuha

5. Doa (Al baqarah: 186)

6. Doa orang tua

 

Jika hal yang wajib kita tunaikan kepada Allah sudah beres, maka hal-hal sunnah yang kita kerjakan tentu akan mempermudah hidup kita.

 

Penulis menekankan itu semua (yang hukumnya sunnah) akan berjalan jika yang wajib2 sudah beres Diibaratkan amalan wajib itu membuat kita berdiri. Amalan sunnah itu membuat kita berlari kencang.

 

Mashallah bukan Jannati? Jika kita ingin urusan dunia kita dipermudah, utamakan lah urusan kita dengan Allah terlebih dahulu. Niscaya Allah akan melancarkan jalan kita. Diibaratkan amalan wajib itu membuat kita berdiri. Lalu, amalan sunnah membuat kita berlari kencang

 

Jika Jannati tertarik untuk membaca isi buku ini lebih dalam, kunjungi website https://ebooks.gramedia.com/id/buku/nota-kontan-untuk-tuhan berikut untuk mendapatkan info lebih lanjut.

 

Nah, dari pembahasan book review sebelumnya, apakah Jannati tertarik bergabung dengan komunitas yang mempunyai circle positif di dunia literasi?

 

Maka dari itu, Yuk bergabung dengan TJI Community! Jannati hanya perlu mengikuti salah satu kelasnya, lalu akan otomatis bergabung menjadi alumni TJI dan bisa rutin mengikuti kajian TJI Book Review tiap minggunya, menarik bukan, Jannati?



Kontributor: Fairuz Salsabila


#BookReview #BookReviewTJI #BukuInspiraso

Minggu, 21 November 2021

SURVIVE FOR LIFE : HIDUP ADALAH SEBUAH PERJALANAN



 

Kisah-kisah yang mengangkat tema tentang kehidupan memang tak pernah lekang oleh waktu. Berbagai dinamika didalamnya seolah-olah mengajak kita untuk turut merasakan hanya dengan membacanya. Survive for Life adalah contohnya.  

Produk Kelas Menulis Online

Setelah meluluskan banyak penulis pada Online Writing Class (OWC) Batch 1, The Jannah Institute kembali menelurkan para penulis berbakat pada Online Writing Class (OWC) Batch 2. Project akhir kelas OWC Batch 2 berupa buku antologi berjudul Survive for Life, berisi tentang perjalanan para penulis dalam menempuh jarak kehidupan.

Perjalanan, baik itu menyenangkan atau tidak, selalu mempertemukan kita dengan berbagai hal. Entah itu teman, pengalaman, atau pengetahuan yang baru. 

Ditulis dalam dua segmen, A Journey of Thoughts dan A Journey of My Life, buku yang ditulis oleh 21 orang penulis ini berisi 262 halaman.

Saat Prita HW Tunduk di Puncak Ciremai

Pada halaman pertama, saya menemukan kisah pendakian gunung Ciremai yang ditulis oleh Prita HW. Sebuah perjalanan berat (bagi saya, yang bukan pendaki gunung) yang memerlukan persiapan, bukan saja fisik, tapi juga mental. 

Selain kekuatan fisikmu diuji, kebesaran hatimu juga turut ditantang untuk tangguh menghadapi banyak hal dalam perjalanan. Setiap peristiwa yang dijumpainya sepanjang pendakian, seperti kehilangan teman satu tim, obrolan dengan teman baru, atau juga tanda-tanda alam disekitar, membuatnya belajar banyak hal. Hingga pada akhirnya, saat dia menjadi perempuan pertama dalam tim yang mencapai puncak ciremai, kebahagiaan itu sudah resmi dia miliki. Bukan karena dia berada di bagian tertinggi bumi, namun karena di puncak tertinggi itulah dia merasa harus bersujud serendah-rendahnya pada Sang Maha Tinggi.

Wisata Spiritual Bersama Dhika Suhada

Seberapa jauh kalian mengetahui sejarah Islam? Dhika Suhada mengajak pembaca ikut melakukan perjalanan ke Turki, menyusuri tempat-tempat yang paling bersejarah bagi umat Islam. Diawali dengan keraguannya untuk melakukan perjalanan spiritual ini dengan mempertimbangkan berbagai hal, tiba-tiba Allah membuka jalan baginya dengan cara yang tak dia duga sama sekali. 

Bagi saya, perjalanan itu bukanlah sekedar perjalanan biasa. Blue mosque, Hagia Sophia, lalu Museum Topkapi. Pada tiap sudutnya, pasti banyak pengalaman baru yang layak dijadikan buah tangan seorang Dhika saat kembali ke Indonesia. Kesempatan menapaki keluasan bumi Allah, menjadikannya semakin merasa kecil di hadapan Sang Maha Besar.

Icha, Hidup Dengan Selang VP Shunt

Selanjutnya, kisah seorang penyintas meningitis, Icha Krisdiana. By the way, saya sempat berbincang dengannya saat launching buku Masa Lalu Terima Kasih Atas Semuanya (MLTAS) yang merupakan project akhir kelas OWC Batch 1. Dia menceritakan perihal sakitnya. Sembari menyimak ceritanya, saya memperhatikan mimik wajahnya saat menceritakan itu pada saya. Sungguh luar biasa semangatnya. Saya tak melihat sedikitpun luka di wajahnya. Yang berulang kali diutarakan hanyalah rasa syukur yang tak terkira. Seperti yang dikisahkan dalam buku ini, sejak tahun 2016 dia mengalami penyakit meningitis dan sempat di vonis hidupnya tersisa dua bulan lagi. Namun siapakah yang berani mendahului takdir Allah? Nyatanya, saat ini dia, yang bangga dengan selang VP Shunt dalam tubuhnya, justru sedang meneruskan perjalanan demi mewujudkan cita-cita yang sama seperti impian saya dan kalian.

Hey, Indah! Hidup Tak Menunggumu Berhenti Meratap

Kisah selanjutnya, Indah L.A menceritakan tentang putranya yang harus dirawat di rumah sakit karena menderita pneumonia yang kondisinya terus menurun dari waktu ke waktu. Hingga puncaknya, Allah memutuskan untuk mengambil titipanNya itu. Kalimat-kalimat yang bertutur dalam buku ini membuat saya turut merasakan luka yang dialami oleh penulisnya. Kesedihan adalah hal wajar bagi seseorang yang kehilangan. Pada akhirnya, seberapapun besarnya keinginan kita untuk meratapi kehilangan, hidup tak akan membiarkan kita selesai meratap. Terus berjalan adalah satu-satunya cara untuk tetap hidup.

 

Ada Hikmah Dalam Setiap Kisah



 

Kisah di atas hanyalah sekelumit perjalanan penulis. Saya yakin, dalam sebuah perjalanan, selalu ada perjalanan lain yang menyertainya.

Tentunya, masih banyak lagi kisah-kisah dalam buku ini yang akan merubah hidup para pembacanya, I bet! Sekaligus, perjalanan hidup mereka layak untuk dijadikan cermin bagi kita semua yang tak mungkin sempat mengalami semua peristiwa tersebut.

Buku ini benar-benar luar biasa. Pembaca seperti merasakan pengalaman yang nyata. Setiap kisah adalah istimewa dan memiliki keunikannya masing-masing dan tentunya tak ada kisah paling hebat dibanding yang lain, sebelum kalian benar-benar mengalami kejadian itu sendiri.

Dua puluh satu kisah didalam buku Survive for Life bukan hanya bercerita tentang sebuah TUJUAN dalam sebuah perjalanan, namun lebih dalam lagi, sebuah PROSES menyelesaikan perjalanan itu sendiri, di mana penulis dipertemukan dengan berbagai hikmah sebagai bentuk pendewasaan diri. Setiap kisah yang berakhir indah, itu adalah buah kesabaran dalam menikmati setiap prosesnya. Jika beberapa kisah berakhir luka, selalu ada pesan indah dari Allah yang kadang butuh waktu untuk dipahami. Bukankah tak ada hakim seadil Allah Ta’ala?


Kontributor : Diah Mumpuni