2020

Selasa, 29 Desember 2020

Produktif dalam Menanti Dua Garis Biru





Setiap pertanyaan yang mengandung KAPAN biasanya selalu sensitif bagi orang yang ditanya. Setuju nggak, Jannati? Contoh: Kapan sidang? Kapan wisuda? Kapan diterima kerja? Kapan nikah? Kapan punya momongan? Kapan nambah adik buat si kakak? dan seterusnya. Pertanyaan mengandung kapan ini seperti nggak ada akhirnya. Sharing session The Jannah Institute beberapa waktu lalu  (20/11/20) ada hubungannya juga nih dengan pertanyaan sensitif tadi. Pertanyaan yang terkait dengan "kapan punya momongan?" yaitu Produktif Sembari Menunggu Dua Garis Biru.

Jannati punya pengalaman ditanya "kapan..." juga nggak? Gimana perasaannya saat mendapatkan salah satu dari pertanyaan di atas? Galau? Wajar. Tapi sebaiknya jangan terlalu dibaperin ya. Galau sebentar saja setelah itu bangkit kembali, jadikan pertanyaan seperti itu sebagai penyemangat.

Bila jannati adalah seorang istri yang sedang menanti dua garis biru, wajib banget simak tulisan ini sampai akhir. Dan tentunya jangan lupa juga untuk mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari agar penantian ini tidak menjadi waktu yang terbuang begitu saja. 

Sharing session ini disampaikan oleh Kak Miyosi Ariefiansyah. Beliau adalah seorang momblogger dan juga aktif di dunia literasi. Kalau jannati masih suka galau karena belum mempunyai momongan setelah 1 atau 2 tahun usia pernikahan, itu belum ada apa-apanya dibanding Kak Miyosi yang menanti datangnya garis biru selama hampir 10 tahun setelah menikah. Nah loh! Sebuah penantian yang sangat panjang bukan? Tidak semua orang mampu menjalaninya, dibutuhkan kesabaran yang begitu besar dalam melaluinya. 

Bagaimana Kak Miyosi mampu untuk melalui penantian panjang tersebut hingga membuahkan hasil yang begitu indah? Jawabannya tidak lebih dari mencari kesibukan. Selain waktu tidak menjadi terbuang begitu saja, kesibukan dapat mengusir kegalauan dari pikiran-pikiran negatif tentang kenapa saya belum punya anak. 

Apa saja yang bisa dilakukan saat jannati mulai resah karena tak kunjung mendapati dua garis biru tersebut? Silahkan intip kelanjutannya di sini ya, Jannati.



Kontributor : Ayadeflorian





Rabu, 23 Desember 2020

Tips Menulis Buku Biografi Tentang Ayah : Belajar dari Review Buku Abi, My First Love


 


Review Buku Abi, My First Love. Pada #TJIBookReview yang diadakan pada tanggal 17 Juli 2020 lalu, lewat WAG TJI Community, Kak Dania sebagai penulis berkesempatan untuk menceritakan secara singkat mengenai perjalanannya dalam menulis buku yang dipersembahkan untuk Almarhum Abi yang sangat dicintainya serta menceritakan bagian yang sangat menyentuh dari isi buku tersebut. Penasaran nggak, jannati? Yuk, kita simak.

Ini adalah buku solo ketiga yang dilahirkan oleh seorang perempuan bernama lengkap Dania Puspitasari. Adapun dua buku solo sebelumnya bertajuk Metamorpho (Antologi Puisi) dan Mutiara Qiblat. Meskipun sempat dilanda kebimbangan dalam proses penulisan naskah, alhamdulillah novel ini selesai dan menjadi sebuah karya yang sangat inspiratif.

Yang menarik adalah tentang bagaimana seorang ibu dari tiga anak ini mendapatkan ide untuk menulis buku Abi, My First Love. Cukup mengharukan rupanya. Kala itu, Agustus 2019, sang Ayah yang biasa dipanggil Abi oleh Kak Dania, dipanggil oleh Allah SWT. Sebagai seorang anak pastinya muncul rasa kehilangan yang begitu besar. Hingga pada hari ke-21 pasca ditinggal pergi Abi untuk selama-lamanya, rasa kehilangan dan kerinduan itu semakin besar dan rasanya perlu untuk dituangkan dalam sebuah tulisan agar sedikit meringankan beban di hati.

Saat sebagian orang termotivasi untuk menulis setelah membaca karya-karya beberapa penulis hebat, Kak Dania justru termotivasi untuk menulis setelah ia menemukan dan membaca diary sang Ayah sendiri. MasyaAllah.

Proses kreatif dari menulis buku ini dimulai Kak Dania dari membuat sebuah outline yang kemudian dikembangkan menjadi ide penulisan agar menjadi sebuah cerita yang kompleks. Selain itu, beliau juga membuat sebuah mapping kenangan apa saja yang akan ia masukkan ke dalam naskah. Tidak terbayang ya ketika mengingat kenangan tersebut, kerinduan akan kehadiran sang Abi di sisi pasti semakin bertambah.

Sementara untuk judul, dipikirkan belakangan karena menurutnya, ia adalah tipe yang selesai menulis dulu baru judul dipercantik. 

Ia juga menuliskan beberapa strong why untuk menulis naskah tentang Abi yang sangat ia banggakan, yaitu :

·         Agar ilmu Abi mengalir sebagai amal jariyah,

·         Mengenangnya karena ingatan begitu rapuh,

·         Memperkenalkan Abi kepada anak cucu.

Tiga hal ini yang akhirnya menguatkan tekad Kak Dania untuk terus melanjutkan menulis naskah buku Abi, My First Love. Atas dasar rasa kehilangan tersebut, ada rasa ketakutan tersendiri jika sewaktu-waktu ingatannya tentang sang Abi perlahan-lahan hilang karena sebagai makhluk, kemampuan mengingat kita sangat terbatas. Begitu juga seperti yang kita tahu, saat waktu kita di dunia sudah habis maka saat itu juga terputuslah kesempatan untuk beramal baik. Dengan adanya buku ini, Kak Dania berharap bisa menjadi amal jariyah bagi Abi.

Ini adalah daftar isi dari buku Abi, My First Love.


 

Source: WAG TJI Community


Pada salah satu bab yaitu bab 7, Kak Dania memberikan sub judul yaitu Sang Kakek Kami. Pada bab 7 tersebut Kak Dania mencoba melibatkan anak-anaknya dalam proses penulisan. Kak Dania menanyakan satu persatu kepada anaknya layaknya wartawan yang sedang mewawancarai narasumber.

Proses ini juga bertujuan untuk mengembalikan ingatan anak-anak terhadap sang kakek yang baru saja wafat. "Dan anak-anak sangat menikmati proses tersebut serta bangga kita melihat nama mereka tercantum dalam buku yang saya tulis tersebut," ungkap Kak Dania kala itu.


Source: WAG TJI Community

“Abi saya memang suka sekali cerita, suka membaca dan menyediakan kami buku. Itu yang saya ingin wariskan ke anak cucu kami.” lanjut Kak Dania bercerita betapa bangganya ia memiliki sosok ayah seperti sang Abi.

Menutup sesi review buku hari itu, Kak Dania juga mengatakan bahwa jika setelah membaca buku ini ada yang berpendapat, “Ah, gini aja saya juga bisa.” Maka buku ini sudah berhasil memotivasi kamu bahwa kamu pun bisa menulis sebuah buku, dua buku, bahkan lebih.

Itu bukti bahwa menulis tidak membutuhkan bakat tetapi kemauan dan tekad.

Buku ini menjadi lebih menarik karena berasal dari keresahan hati sang penulis karena apa yang dari hati insyaallah akan sampai ke hati juga. Karena berkisah tentang sang Abi yang sudah pergi lebih dahulu maka sudah pasti buku ini mengandung efek baper yang akan membuat jannati sekalian meneteskan air mata setelah membacanya sembari mengingat sosok ayah masing-masing, begitu sangat menyentuh.



Kontributor: Ayadeflorian

 

Minggu, 13 Desember 2020

Writer Undercover, Kisah-kisah Pilu Profesi Penulis



Halo Jannati, masih semangat untuk berkarya, bukan? Harus dong, ya. Apalagi jika karyanya memberikan manfaat bagi diri, orang lain, agama, dan bangsa, eaaa. Duh kok jadi berat sih 😅 Jadi, sebenarnya pembahasan kali ini tentang writer undercover, semacam duka, kelam, kecut dan pahitnya menjadi penulis. Bukan untuk menakuti Jannati meraih cita-cita menjadi penulis, tetapi untuk memberikan wawasan pada para calon penulis terbaik. Harapannya, setelah membaca artikel ini Jannati bisa lebih mawas diri dan mengantisipasi kemungkinan mengalami hal yang sama. 

Sharing session pada tanggal 25 September 2020 ini terasa spesial. Selain Jannati ditemani oleh Kak Miyosi Ariefiansyah, pro blogger di www.miyosiariefiansyah.com,  juga ada coach Prita HW, founder The Jannah Institute yang akan menceritakan juga kisahnya. Seru sekali, bukan? 

Kisah Kelam Menguji Nyali, Mental dan Kesabaran

Setiap pekerjaan tentu memiliki suka dan duka. Begitu juga dengan penulis. Hanya saja saat Jannati memilih berkecimpung di dunia tulis menulis, maka harus siap dengan segala konsekuensi dan ketidaknyamanan yang mengikuti.

Ada dua kategori pengujian kesabaran yang dialami penulis  internal dan eksternal. Faktor internal masih dibagi lagi menjadi tiga bagian, yakni yang berhubungan dengan upah, perasaan, dan asumsi.

Ada banyak kejadian dibalik writer undercover yang berhubungan dengan upah, yakni :

Tidak dibayar. Hal ini pernah dialami oleh Kak Prita, dimana ia diminta untuk menulis dua buku solo yang cukup menghabiskan waktu. Namun, saat buku sudah selesai untuk menuju proses selanjutnya, tidak ada kejelasan untuk pembayarannya. Bahkan hingga artikel ini ditulis, ketidakjelasan ini sudah mencapai lebih dari setahun lamanya. Sedih ya, Jannati. Semoga Kak Prita segera mendapatkan kabar baiknya, ya. 

Dibayar dengan harga di bawah harga pasar. Hal ini pernah dialami oleh teman Kak Miyosi. Dimana harga artikel untuk 1000 kata hanya dibayar Rp. 10.000 saja. Belum lagi kata Kak Prita, kalau ada yang juga meminta keyword kata tertentu. Sungguh menyebalkan. 

Seperti yang Jannati ketahui, proses menulis itu tidak mudah. Ada proses pencarian ide, pembuatan outline, eksekusi, swasunting, hingga tahap akhir. Semuanya membutuhkan energi yang tidak bisa diremehkan. Lagipula tidak semua orang memiliki kemampuan tersebut. Jadi, upah yang diberikan haruslah pantas. 

Hati-hati jika Jannati mengambil proyek di projects.com, sribulancer.com, freelancer.com dan platform semacamnya. Karena meski sudah ada portofolio, masih ada oknum yang memanfaatkan keluguan penulis baru dengan meminta contoh tulisan yang memiliki tema sama. Selanjutnya baru akan ditentukan akan terjalin kerjasama atau tidak. Kalau contoh tulisannya memang sudah Jannati lampirkan sebagai portfolio, atau tulsan dengan tema project yang akan dibuat nggak masalah. Tapi, jika tulisannya benar-benar baru sesuai brief yang diminta, lebih baik lakukan negosiasi ulang. Itu tips dari Kak Prita yang telah menjalani profesi sebagai freelance writer sejak 2010. 

Kak Prita juga menambahkan, untuk saat ini, ia mungkin akan menerima pemesanan artikel dari projects.com atau sribulancer.com, dengan ketentuan per 700-1000 kata masing-masing seharga Rp. 30.000. Itu pun harus dalam jumlah besar, minimal 10-50 artikel setiap proyeknya. 

Pembayaran terlambat

Pembayaran diselewengkan

Ikut lomba tetapi hadiah tidak manusiawi. Banyak sekali perlombaan-perlombaan yang seperti ini. Meski di awal sebenarnya tahu jika hadiahnya sekian. Namun, saat dijalani ternyata tidak sebanding. 

Ikut lomba tapi berbayar. Tentu Jannati pernah mengetahui tentang hal ini. Jika dalam bentuk kelas menulis, yang pastinya Jannati diberi kritik dan saran penulisan tentu tidak apa-apa. Atau ada fasilitas lainnya. 

Fee dicicil bahkan hingga bertahun-tahun lamanya. 

Writer Undercover yang berhubungan dengan perasaan, ada tiga macam. Yakni :

Dikhianati (saat ada penulis lain meminta info terlihat ramah sekali, tetapi sayangnya ketika keinginannya sudah tercapai si pemberi info dilupakan begitu saja.), 

Penulis cari muka, 

Tulisan diplagiat, bahkan oleh website islami. Hal ini pernah pula terjadi di sebuah perlombaan kepenulisan, dimana tulisan tiba-tiba diterbitkan di empat website tanpa pemberitahuan kepada penulisnya. Apalagi ternyata sebenarnya naskah tersebut fiksi. Namun, dianggap non fiksi sehingga sempat menimbulkan konflik. Setelah diperingatkan, baru kemudian diturunkan. Hati-hati dengan plagiator ya, Jannati. 

Mendapatkan kenyataan bahwa sikap tak sebaik tulisan. 

Berhubungan dengan asumsi masyarakat terhadap penulis adalah dianggap pengangguran dan bukan sebuah profesi. Tak jarang Kak Miyosi sering diberi saran untuk mengikuti tes CPNS oleh keluarga dan kawan-kawan beliau. Sedih sekali ya, Jannati. Profesi penulis memang belum terlalu dianggap sebagai sebuah pekerjaan di Indonesia. Jadi, sabar saja, hehe. 

Selanjutnya pengujian kesabaran dari faktor eksternal. Yakni faktor yang bukan dari dalam diri penulis. Terdiri dari :

Kegalauan saat menjadi ghost writer. Saat buku pesanan sudah terbit kemudian menjadi best seller, seorang ghost writer harus tetap tutup mulut. Padahal di dalam hati tentu saja terjadi kemelut yang tidak bisa diungkapkan. Inilah yang dialami Kak Miyosi saat itu. 

Lalu, mengapa tetap ambil job ini? Alasannya adalah saat itu Kak Miyosi ingin mencoba hal yang baru, temanya cocok dengan beliau, dan fee yang diberikan tentunya. Oleh karena itu, Kak Miyosi tidak pernah menyesal, hanya terkadang merasa galau saja. 

Ingin mengambil job sebanyak-banyaknya. Padahal belum tentu bisa mengerjakan semua. 

Tergoda proyek pesanan daripada menyelesaikan proyek pribadi. 

Manajemen Waktu 

Saat ditanya tentang manajemen waktu, tentu setiap penulis berbeda-beda. Namun, seperti kata Dee Lestari saat seminar dan Kak Prita menjadi moderatornya, bahwa, “hidup saya lebih teratur saat saya sedang menulis.”

Sebagai seorang ibu dari balita, maka Kak Miyosi memilih untuk mengerjakan proyek pribadi, yakni menulis buku. Jika dulunya, ia bisa menulis satu buku dalam seminggu, maka sejak memiliki buah hati, ia menulis saat anaknya tertidur. Setiap hari, ia akan menulis sebanyak empat halaman. Mungkin akan lama untuk menjadi sebuah buku, tetapi untuk saat ini, itulah yang dirasa mampu dilakukan. 

Tak begitu berbeda dengan Kak Prita. Ia akan menulis caption (meski panjang) sambil bermain dengan duo krucilnya. Karena memang sudah terbiasa, jadi tidak terlalu membutuhkan waktu yang lama. Untuk blog, ia akan membuat draft dulu baru kemudian editing, menyertakan foto, dan penyempurnaannya dilakukan di lain waktu. 

Untuk opini ke media, ia rutin melakukannya setiap bulan, satu dua artikel. Karena menulis opini lebih menguras pikiran, maka Kak Prita memilih untuk mencari referensi dulu, lalu mencatat intinya di notes. Baru jika sudah lengkap dieksekusi. Sedangkan untuk buku solo cenderung memakan waktu lebih lama sehingga menunggu jika duo krucilnya sudah bisa ditinggal. 

Setiap penulis pasti menemukan waktu yang tepat untuk menuangkan idenya. Coba saja semuanya, kemudian Jannati pasti akan menemukan polanya. 

Pesan Kak Miyosi jika tetap ingin menjadi content writer, maka lebih baik pakai bahasa Inggris. Karena pangsanya bisa lebih luas. Ia berharap suatu saat nanti, The Jannah Institute bisa memiliki kelas menulis Bahasa Inggris yang bekerja sama dengan mentor berpengalaman. Sehingga lulusannya bisa memiliki skill yang mumpuni untuk bersaing dengan penulis lainnya. 

Baca Juga : Menulis Asik with Kak Miyosi

Berbeda dengan pesan dari Kak Prita, daripada menjadi content writer, lebih baik menjadi blogger yang di-monetized. Karena, untuk mendapatkan Rp. 300.000-500.000 seorang content writer harus menulis setidaknya 10-20 artikel, maka pada blog cukup menulis satu artikel saja. 

Sebagai penutup, Kak Prita berpesan agar tetap semangat dan belajar menentukan prioritas. Jangan sampai stres gara-gara menulis. 


Kontributor : Alan Zakiya Permana Wati (@alanzakiya)

Alumni Online Writing Class #2 dan Kelas Menulis Caption IG #4



Atasi Perasaan Mindermu dengan Baca Buku "Seni Mengelola Rasa Minder dengan Trigger"



Minder atau rendah diri adalah perasaan negatif yang sering muncul saat kita merasa kurang atas apa yang sudah dimiliki. Biasanya hal ini muncul karena adanya pembanding (orang lain). Jannati pernah merasakan seperti ini juga, tidak? Minder karena kemampuan, keuangan, pencapaian, atau body goals? Lalu, apa yang Jannati lakukan? Berusaha percaya diri atau malah menghindari kerumunan? Apapun yang terjadi tetap pilih yang pertama ya. 

Nah, kebetulan nih! Tanggal 18 September 2020 kemarin, WhatsApp grup TJI Community mengadakan book review : Seni Mengelola Rasa Minder dengan Trigger, karya Kak Inten Tamimi. Penulis yang merupakan sarjana Ekonomi Universitas Jember ini, ternyata telah memiliki satu buku solo kumpulan puisi, dan lima antologi. Buku Seni Mengelola Rasa Minder  dengan Trigger ini merupakan buku non fiksi solo pertama yang ditulisnya. 

Penulis yang lahir di Pasuruan tahun 1998 ini mengaku bahwa usahanya menulis buku nonfiksi ini adalah untuk membagi rasa minder yang pernah dialaminya. Terselip juga pengalamannya seputar rasa minder ini. Kak Inten berharap dengan begitu para pembacanya juga mampu bercerita perihal rasa mindernya. Lalu perlahan namun pasti, rasa negatif ini bisa berkurang dan hilang. 

Perasaan minder yang terus menerus dirasakan pasti akan berpengaruh terhadap kehidupan. Potensi-potensi yang dimiliki bukan tidak mungkin akan tenggelam karena memang tidak pernah diasah dan diperlihatkan. Karena itu, upaya mengatasi rasa minder ini perlu dipelajari dan dikerjakan agar tidak berlarut-larut. Salah satunya dengan membaca bukunya Kak Inten ini. 

Buku Seni Mengelola Rasa Minder dengan Trigger ini terbit setelah Kak Inten mengikuti kelas Nulis Aja Community (NAC) yang pada waktu itu memang sedang open recruitment. Baginya, ini adalah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan. Setelah mengikuti kelas menulis buku dari mentor, maka diberikanlah tugas menulis buku ini. Kak Inten memilih menulis nonfiksi untuk menantang kemampuannya di bidang ini. Alhamdulillah berhasil. 

BACA JUGA : Keterampilan Berbicara Itu Perlu

Tenggat waktu yang diberikan mentor NAC adalah selama tiga bulan, yakni mulai bulan Maret hingga Mei. Hal ini sempat membuat Kak Inten mengalami mental block, tetapi tidak menyurutkan tekad Kak Inten untuk merampungkan tulisan. Kak Inten terus melakukan riset dengan membaca buku-buku terkait serta mewawancara orang-orang di sekitarnya yang memiliki permasalahan dengan keminderan. Bahkan Kak Inten juga sempat mengganti banyak outline hingga terlihatlah isi buku seperti yang sekarang terbit ini.

Mengapa Kak Inten memilih judul Seni Mengelola Rasa Minder dengan Trigger? Karena buku ini berisi tentang cara mengelola rasa minder yang kerap dialami oleh banyak orang. Nah, proses pengarahan menjadi lebih baik itu membutuhkan seni. Sedangkan trigger adalah pemicu agar seni pengelolaan rasa minder ini bisa berjalan dengan lebih cepat. 

Setiap orang tentu memiliki trigger yang berbeda-beda. Karena latar belakang serta cara pemikiran yang berbeda akan berpengaruh terhadap keputusan yang diambil seseorang. Jika Jannati masih belum menemukan trigger-nya, jangan panik! Karena di buku Kak Inten ini juga diberikan beberapa contoh dari trigger tersebut. Bisa jadi salah satunya sesuai dengan para Jannati atau bisa jadi salah satunya menjadi pengingat tentang trigger Jannati pribadi. 

Buku ini berisi lima bagian yaitu : 

Reminder about Me, berisi tentang mengapa rasa minder itu muncul? 

Serba Serbi Curhatan Minder, berisi tentang kisah atau cerita pribadi penulis terkait rasa minder. 

Kelola Rasa Minder, berisi tentang cara mengelola rasa minder

Ini triggerku, kalau kamu apa triggermu? Berisi tentang trigger sebagai pemicu untuk dapat membantu mengelola rasa minder.

Manfaat Mengelola Rasa Minder, berisi tentang manfaat setelah kita bisa mengelola rasa minder

Semua tentang rasa minder dibahas di buku ini. Bagi Jannati yang merasa memiliki permasalahan yang sama, maka tidak ada salahnya untuk mencoba membacanya. Karena buku ini cocok untuk dibaca dan diterapkan oleh semua umur. 

“Setiap orang memiliki rasa mindernya, kembali lagi ke diri masing-masing ingin terus merasa minder atau mencari celah untuk menggali potensi diri. Kehebatan orang berbeda-beda, maka cintai diri kita dari sekarang.” Kata Kak Inten menutup sesi sharingnya. 


Kontributor : Alan Zakiya Permana Wati

Alumni kelas Online Writing Class #2 dan kelas Menulis Caption Instagram dengan Gaya Story Telling #4

Jumat, 09 Oktober 2020

Keterampilan Berbicara itu Perlu. Tambah ilmu di Kelas Online (Daring) Public Speaking for Moms The Jannah Institute



Seni keterampilan berbicara itu sangat penting untuk dimiliki oleh setiap orang, karena tidak hanya untuk melatih mengelola emosi saat harus berhadapan dengan banyak orang, tetapi juga untuk menambah rasa percaya diri seseorang. Bagi seorang ibu, seni keterampilan berbicara sangat diperlukan, karena kita tidak pernah tahu kapan kesempatan emas serta tantangan seru akan datang. Keterampilan berbicara itu perlu, makanya saya menambah ilmu dengan ikut kelas online atau daring Public Speaking for Moms di The Jannah Institute. 

Menurut Ibu Septi Peni Wulandani, pendiri Komunitas Ibu Profesional, rumah adalah taman dan gerbang peradaban yang akan mengantarkan seluruh anggota keluarganya menuju peran peradaban. Oleh karena itu ibu adalah salah satu arsitektur peradaban, yang bisa membangun peradaban dari dalam rumah, yang bisa menemukan peran peradabannya sebagai individu dan bisa memandu anak-anak untuk menemukan peran peradabannya. Bagi Christina dalam bukunya yang berjudul Sekolah Menjadi Orang Tua menyebutkan bahwa rumah adalah sekolah pertama dan utama di dunia, dan gurunya adalah orang tua. Selain itu ada pepatah Arab menyebutkan bahwa Ibu adalah pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya. 

Dari sana dapat diambil suatu hal mendasar bahwa seorang ibu harus terus membekali dirinya dengan berbagai keterampilan dalam perannya dalam mendidik dan mengasuh anak-anaknya. Salah satu skill yang harus dimiliki oleh sosok ibu adalah keterampilan berbicara atau public speaking. 

Mendidik Anak Perlu Seni Berbicara?

“Masak sih, mendidik anak memerlukan seni berbicara? Bukannya kita tinggal mengajari anak kita saja? Nggak perlu kan kita yang seorang ibu perlu belajar tentang seni berbicara?”

Beberapa pertanyaan di atas mungkin juga terlintas di pikiran jannati, para sahabat The Jannah Institute (TJI) semuanya. 

Tentu saja seni berbicara sangat diperlukan dalam pola pendidikan dan pengasuhan anak. Saat ibu hendak mengajarkan atau mempengaruhi agar melakukan sesuatu atau memberikan instruksi serta contoh kepada anaknya. Saat berdiskusi serta menjawab pertanyaan anak. Saat hendak membacakan cerita untuk anak. Saat hendak bermain peran bersama anak. Saat hendak mendisiplinkan anak. Kesemuanya memiliki perbedaan dalam teknik penyampaiannya, kesemuanya itu membutuhkan seni berbicara. 

Baca Juga : Parenting Qurani : Mendidik Anak dengan Bahagia

Sedangkan bagi saya, seorang ibu pekerja di ranah domestik, selain untuk diterapkan di saat berinteraksi dan berkomunikasi dengan keluarga seni keterampilan berbicara diperlukan saat sedang melakukan kegiatan komunitas serta aktivitas sosial lain. Pada komunitas dimana saya mengambil peran sebagai pengurus di dalamnya, kerap ada kebutuhan untuk memberikan testimoni atau kesan/pengalaman yang harus ditampilkan dalam bentuk video. Hal lainnya adalah saat mengikuti kelas bahasa asing di tempat saya tinggal kurang lebih empat tahun ini, Tsukuba, Jepang. Di setiap akhir periode kelas, umumnya selalu diadakan acara perpisahan dimana masing-masing murid harus memberikan speech atau pidato singkat dalam bahasa Jepang tentang diri atau negara tempat asalnya. 

Nah, di acara-acara seperti inilah, saya merasa keterampilan untuk berkomunikasi di depan orang banyak sangat dibutuhkan. Atau kesempatan lainnya adalah saat dihubungi oleh salah satu staf pengajar dan diminta untuk mengisi (memperikan paparan materi) dalam Kelas Internasional bagi murid kelas dua di salah satu Sekolah Dasar yang ada di kota Tsukuba. Aktivitas-aktivitas yang saya sebutkan di atas tentu merupakan kesempatan berharga bagi seorang ibu pekerja di ranah domestik untuk lebih mengembangkan diri dimana seni keterampilan berbicara atau public speaking  menjadi sangat diperlukan. 

Seni Berbicara Mampu Membangun Rasa Percaya Diri

Kepercayaan diri diartikan sebagai keyakinan terhadap diri sendiri sehingga mampu menangani segala situasi dengan tenang, kepercayaan diri lebih banyak berkaitan dengan hubungan seseorang dengan orang lain. Tidak merasa inferior di hadapan siapapun dan tidak merasa canggung apabila berhadapan dengan banyak orang.

Ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa kepercayaan diri adalah sikap pada diri seseorang yang bisa menerima kenyataan, mengembangkan kesadaran diri, berpikir positif, memiliki kemandirian dan mempunyai kemampuan untuk memiliki segala sesuatu yang diinginkan.

Dengan mengikuti Public Speaking Class, kita diminta menganalisa terlebih dulu siapa audiens kita, dalam situasi seperti apa kita diminta untuk menyampaikan informasi. Materi atau informasi seperti apa yang akan dibawakan. Sehingga berangkat dari sana, jannati bisa mempersiapkan hal-hal pendukung yang dapat membangun dan meningkatkan kepercayaan diri. Misalnya saja dengan berpenampilan yang sesuai serta nyaman bagi diri. Dengan tampil nyaman dan sudah mempersiapkan segala sesuatunya, tentu rasa percaya diri semakin bertambah. 

Tampil percaya diri saat berbicara di hadapan publik adalah salah satu indikator keberhasilan dalam melakukan public speaking. Menampilkan rasa percaya diri di hadapan publik juga tentunya akan menambah kesan hebat di mata para audiens nya. Percaya diri juga mampu memberikan pengaruh yang signifikan kepada para pendengarnya dalam memahami kejelasan oleh pembicaranya. 

Tambah Ilmu di Kelas Online (Daring) Public Speaking for Moms Batch 5 The Jannah Institute

Di awal bulan Juli 2020 lalu, The Jannah Institute, sebuah knowledge centre yang berlokasi di kota Jember mengadakan kelas online (daring) bertema Public Speaking for Moms yang kali ini merupakan kelas angkatan kelima. Suatu media pembelajaran bagi para ibu untuk meningkatkan kapasitas dan keterampilan diri khususnya di bidang komunikasi. 

Menurut Prita Hendriana Wijayanti, inisiator dari The Jannah Institute, dengan bekal ilmu seni berbicara atau yang sudah familiar dengan istilah public speaking, orang yang mempelajarinya akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain : 

  • Lebih percaya diri dalam menyampaikan opini
  • Lebih luwes saat berbicara di depan kamera 
  • Terbiasa menghadapi publik atau orang banyak, baik secara online maupun bertatap muka langsung atau offline
  • Lebih menyenangkan saat menemani anak belajar di rumah apalagi di masa School From Home seperti sekarang ini

Nah, banyak sekali bukan manfaat dari mengikuti kelas seni berbicara atau public speaking ini. Tentunya jannati pun juga semakin ingin tahu tentang apa saja sih yang dibahas di kelas yang dilakukan dengan menggunakan tiga media, yakni melalui aplikasi Zoom, Google Meet dan What’s App Group ini. 

Untuk menjawab rasa penasaran jannati, berikut ini hal-hal yang dikupas dan dijabarkan di dalam kelas Public Speaking for Moms batch 5 yang telah aku ikuti bersama beberapa ibu hebat lainnya yang sebagian besar berdomisili di kota yang terkenal dengan Jember Fashion Carnival ini, selain beberapa kota lain seperti Depok, dan Kediri.


 

Kelas yang diadakan selama empat pekan ini diisi dengan materi yang sungguh berbobot.

Pertemuan Pertama diawali dengan perkenalan para peserta serta berbagi pengalaman paling membahagiakan oleh Siska Rofitasari, salah seorang alumni kelas Public Speaking for Youth, yang juga merupakan moderator di kelas ini. Dilanjutkan dengan dua materi dasar yakni Urgensi Public Speaking serta Detoks Ketakutan dan Self Talk yang disampaikan oleh Prita Hendriana Wijayanti, pendiri The Jannah Institute yang sejak duduk di bangku sekolah sudah menggiatkan kegiatan literasi bahkan sampai saat ini. 

Di materi pertama kali ini, saya mendapatkan pesan yang sangat menarik dan terus teringat. 

“Demam panggung adalah hal biasa. Hal alamiah yang tentunya dialami oleh siapa saja, karena kita semua adalah manusia. Dengan semakin banyak jam terbang maka demam panggung akan semakin dapat diatasi”

Di pertemuan pertama yang dilakukan secara online melalui aplikasi Zoom, para peserta diberi tugas berupa berinteraksi langsung untuk menyampaikan komitmen tujuan atau goals yang hendak dicapai dalam mengikuti kelas ini. Serta berbagi tentang pengalaman melakukan komunikasi di depan khalayak sebelumnya, dan bagaimana yang dirasakan saat itu. Ini dalam rangka menemukan kekuatan bersama. Dan, jangan lupakan untuk membuat selftalk setiap harinya dengan menuliskannya di media sosial sebagai refleksi dari pertemuan perdana ini.

Pertemuan kedua diisi dengan dua materi yang juga diberikan oleh inisiator The Jannah Institute. Materi pertama berjudul voice power serta kegunaannya, sedangkan yang kedua adalah membaca bercerita, melatih instonasi dan gesture. 

Buat saya, materi kedua ini sangatlah menarik karena belum pernah sekalipun mendapatkan ilmu tentang voice power. Apalagi ada waktu dimana seluruh peserta yang hadir melalui media Zoom diminta mempraktekkan materi kekuatan suara. Berbicara dengan menggunakan dengan tiga teknik pengeluaran suara yang berbeda. Seru banget pokoknya. Bahkan anak-anak saya jadi ikut menirukan apa yang ibunya ucap dan lakukan, hehe.

Tugas di pekan kedua ini juga makin seru, yakni seluruh peserta diminta membuat rekaman suara sedang bercerita. 

Yang bikin menantang adalah para peserta diminta mengumpulkan rekaman tersebut dalam bentuk aplikasi Podcast. Aplikasi yang benar-benar asing dan baru buat saya. Suatu aplikasi yang mirip dengan radio. tapi sebenarnya sangat berbeda. Kesamaannya adalah podcast umumnya berupa audio (walaupun sekarang juga ada podcast video) yang didengarkan seperti saat sedang mendengar radio. Kesamaan lainnya adalah pendengar harus memilih saat hendak mendengarkan siaran. Bedanya bila di radio pendengar akan mendengarkan dengan memilih stasiun radio A atau stasiun radio B dan seterusnya. Sedangkan di podcast pendengar harus memilih mau mendengarkan podcast milik siapa dan memilih topik tertentu.

Struktur simple video blog atau biasa disingkat vlog oleh inisiator The Jannah Institute yang juga seorang blogger professional menjadi materi ketiga yang diberikan di dalam kelas Public Speaking for Moms batch 5 melalui media Zoom. Di materi ini para peserta diberikan penjelasan tentang cara membuat content untuk vlog, yakni harus terdiri dari opening, main content, dan closing. 

Nah, bukan The Jannah Institute namanya bila tidak memberikan tugas yang menantang bagi para pesertanya. Jelang pekan terakhir ini, tugas yang harus dikerjakan oleh peserta adalah membuat vlog dengan durasi 5 menit dengan tema tertentu yang telah dipilih berdasarkan undian. 

Salah satu contoh tema yang diberikan kepada peserta adalah tentang Kiat Menjaga Kesehatan bagi Para Ibu di tengah Situasi Pandemi. Sebenarnya mencari bahan materi tidaklah terlalu sulit. Yang membuat menantang adalah vlog ini harus diunggah di media sosial terutama Instagram TV milik para peserta. Sungguh benar-benar menantang, bukan? 

Baca Juga : Ibu-ibu Belajar Public Speaking, Buat Apa?

Untuk materi pekan keempat atau terakhir adalah tentang voice over technique yang disampaikan langsung oleh Eenly Putri, seorang voice over talent dari PT Siantar Top, yang juga seorang Programme & Production Manager SSTV. Narasumber yang akan membagi ilmu dan pengalaman di bidang voice over (pengisi suara), bidang yang sedang naik daun saat ini.  

Untuk tugas pekan keempat ini juga tidak kalah seru dan menantang bagi para peserta, karena di pekan terakhir ini harus menyelesaikan tantangan voice over untuk salah satu iklan produk. 

Tugas yang benar-benar memerlukan kesabaran dan mengasah keterampilan berbicara, serta mengolah rekaman suara agar pas dengan video iklan yang diputar. Sungguh tugas yang melibatkan banyak faktor keterampilan setiap peserta. 

Bonusnya, ada  final perform dalam format webinar sebagai project akhir kelas ini, dan alhamdulillah, saya berkesempatan menjadi salah satu narasumbernya. Sungguh pengalaman perdana yang tak bisa dilupakan. Saya berbagi tentang Belajar Public Sepaking bagi Ibu Perantauan. MasyaaAllah, ini pengalaman pertama menjadi narasumber, bukan sebagai peserta. 

Kelas Online Public Speaking for Moms The Jannah Institute, Recommended!

Kelas Public Speaking yang diadakan oleh The Jannah Institute ini sangat layak untuk diikuti. Materi kelas yang lengkap dan berbobot seputar ilmu berkomunikasi, menambah keterampilan dalam berbicara bagi para peserta karena dibimbing langsung oleh public speaker, fasilitator dan trainer yang telah berpengalaman di organisasi dan berkomunitas di tingkat lokal maupun nasional. Namun, tidak hanya itu, melalui tugas-tugas menantang yang diberikan pun dapat membuat para peserta mendapatkan skill lain yang juga sangat berrmanfaat. Antara lain belajar untuk berkomitmen dalam mengikuti kelas sampai selesai, memacu diri untuk selalu mengumpulkan seluruh tugas-tugas, berupaya untuk memahami perkembangan teknologi dan dapat berinteraksi dengan para ibu hebat sesama pembelajar. 

Dengan mempelajari public speaking, saya merasa menjadi lebih percaya diri saat harus mengutarakan pendapat di dalam suatu diskusi, sudah mulai bisa mengatur rasa gugup yang menghampiri saat hendak memulai berbicara di depan publik. 

Jadi seni berbicara atau public speaking sangat layak menjadi salah satu ilmu yang dipelajari oleh seorang ibu. Dengan ,public speaking, seorang ibu mampu membuat rasa percaya diri semakin terbangun sehingga saat tanpa diduga ada kesempatan atau tantangan untuk berbicara di depan orang banyak menghampiri, jannati tanpa ragu untuk mengambil dan menyelesaikannya.

Semoga pengalaman mengikuti kelas online (daring) Public Speaking for Moms batch 5 dari The Jannah Institite ini dapat bermanfaat. Terima Kasih. 


Kontributor : Arsita Rahadiyani Loekito

Momblogger  

Alumni Public Speaking for Moms batch 5, 

Alumni Blogging Class Basic, Intermediate, Advance batch 1

Minggu, 22 Maret 2020

Review Buku : 64 Sahabat Teladan Utama




Jannati, siapa disini yang suka baca shirah atau yang berhubungan dengan sejarah masa lampau? Bisa lho menghidupkan shirah dari rumah melalui buku 64 Sahabat Teladan Utama yang diterbitkan oleh Sygma Daya Insani ini. Shirah adalah salah satu cara pembelajaran dan teladan yang baik, terutama dimulai dari usia dini pada anak-anak. Buku ini salah satu rekomendasi terbaik supaya anak bisa mengenal sosok sahabat-sahabat yang hebat untuk dijadikan idola. Buku ini kemudian dikenal dengan sebutan  64 STU. 

Awalnya saya melihat buku ini dari status seorang teman di media sosial, yang kebetulan menjual buku-buku islami bergizi. Pada saat itu ada diskon dari penerbit di akhir tahun, saya pun segera mengambil kesempatan ini. Ketika bukunya sampai, anak saya tidak sabar untuk membacanya. Yes, cukup mengalihkan mereka dari gadget. 

Shirah tentang Rasulullah  SAW dan para sahabatnya selalu menarik untuk dibaca. Sygma Daya Insani banyak menerbitkan buku-buku shirah yang sangat bermanfaat. Salah satunya adalah buku 64 Sahabat Teladan utama ini. Buku ini dilengkapi dengan gambar,  hadits, dan kosa kata Bahasa Arab beserta artinya.

Ada 14 buku dalam 1 paket 64 STU ini, beberapa diantaranya berbentuk komik sehingga dapat merangsang minat anak-anak untuk membaca. Buku ini bukan hanya bagus untuk anak-anak, tetapi untuk orang dewasa juga sangat bermanfaat. Sebagai pengingat tentang shirah dan dapat menjadi media untuk lebih dekat dengan anak. Agar anak kita mencintai Allah, Rasul, dan para sahabatnya. 

Paket 64 STU ini terdiri dari 14 judul yaitu :


Yang berbentuk cerita disertai gambar :

1 Khalifah Pertama : Abu Bakar Ash Shiddiq
2 Singa Padang Pasir : Umar bin khattab
3 Pemilik Dua Cahaya : Utsman bin Affan
4 Singa Khaibar : Ali bin Abi Thalib
5 Pembela Islam Ahli Surga : Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam
6 Pedagang Dermawan Ahli Surga
7 Tetangga Rasulullah di Surga : Said bin Zaid dan Abu Ubaidah
8 Para Pemimpin Bidadari Surga : Khadijah binti khuwailid, Aisyah binti Abu Bakar Ash Shiddiq, Fatimah Az Zahra, Asma Binti Abu Bakar

Sedangkan yang berbentuk komik :

9.  Para Pemburu Surga : Mus'ab bin Umair, Salman Al farisi, Abu Dzar Al Ghiffari, Bilal bin Rabah, Abdullah bin Umar, Shuhaib, Mu'adz bin Jabal, Miqdad bin Amr dan Hamzah.

10. Para Perindu Syahid : Abdullah bin Mas'ud, Hudzaifah Al Yaman, Ammar bin Yassir, Ubadah bin Shamit, Amr bin Al Ash, Khabbab bin Al Arat, Utsman bin Mazh'un, Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah.

11. Para Pahlawan Islam : Khalid bin Walid, Umair bin Wahb, Abu Darda, Zaid bin Khattab, Umair bin Sa'ad, Zaid bin Tsabit dan Khalid bin Sa'iq

12. Para Pencari Hidayah : Abu Ayyub Al Anshari, Abbas, Abu Hurairah, Al Barra, Utbah bin Ghazwan, Tsabit bin Qais, Usaid bin Al Hudhair, Abdullah bin Ammar dan Amr bin Al Jamuh.

13. Para Pembela Nabi : Ubay bin Ka'ab,  Saad bin Ubadah, Usamah bin Zaid, Abdullah bin Amr bin Ash, Abu Sufyan bin Harits, Imran bin Hushain dan Anas bin Malik masuk dalam sahabat pembela nabi. 

14. Para Pecinta Kebenaran : Salamah bin Al Akwa, Abdullah bin Abbas, Abbad bin Bisyir, Suhail, Amr bin Ash, Abdullah bin Qais dan Salim. 

Ada bonusnya juga lho... Apa aja sih bonusnya?
  • Puzzle berbentuk balok yang terdiri dari 6 gambar yang bisa dibolak balik
  • Peta sejarah kekuasaan Islam
  • Biografi singkat ilmuwan muslim

Kelebihan 64 STU Versi Saya

Bahasanya yang mengalir membuat kita ingin membacanya sampai akhir. Ada juga 6 buku yang berbentuk komik sehingga membuat anak-anak balita yang belum bisa membaca juga tertarik untuk membukanya. 

Kelebihan buku ini kertasnya bagus, tidak mudah robek, hard cover disertai gambar dan ilustrasi menarik. Selain mengetahui kisah-kisah para sahabat yang dapat diteladani, kita disuguhkan dengan kutipan-kutipan hadits dan kosa kata Bahasa Arab beserta artinya. 

Selesai aktivitas membaca buku, kita bisa bermain puzzle untuk mengasah otak dan kreativitas. Membaca merupakan jalan untuk membuka jendela dunia. Dengan membaca buku 64 STU ini dapat membuka cakrawala kita pada masa-masa yang dilalui para sahabat tersebut. Sehingga kita bis amenjadikannya teladan di masa sekarang.

Jannati pastiny asetuju kan kalau kita sebagai manusia adalah makhluk pembelajar? Belajar dari pengalamani diri sendiri maupun melalui orang lain, terlebih para nabi dan para sahabat. Karenanya, shirah adalah pembelajaran yang baik. Sepertiga Al Qur'an berisi tentang kisah. Alangkah baiknya bila berkisah tentang sejarah nabi dan para sahabatnya. 

Jika jannati ingin mengenalkan shirah kepada ananda dan melengkapi perpustakaan keluarga, buku ini bisa menjadi pilihan sekaligus investasi jangka panjang. Saya sudah membuktikannya.


- The Jannah Institute -



Kontributor : Syafrida Yunita
Foto : dokpri
  

Menjadi Guru itu Tantangan : Sebuah Pengalaman


Mengajar, Pendidikan, Sekolah, Kelas, Pengajaran


Saya Sun, panggil saja begitu. Ini adalah tulisan pertama saya. Kali ini, ijinkan saya bertanya, siapa sih yang tidak mengenal kata GURU?

Iyap, suatu profesi yang membuat ungkapan "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" menjadi begitu melekat dengan profesi guru. Bukan tanpa alasan kalau profesi guru mendapat sebutan itu, sudah banyak cerita, kisah, peristiwa, dibalik penyebutan istilah guru.

Banyak cerita sedih yang akhirnya bisa mengantar pada kesuksesan yang diidam-idamkan dalam karir, menjadi PNS misalnya. Tapi tak sedikit pula cerita sedih perjuangan guru yang setelah sekian puluh tahun tetap saja masih berstatus honorer. Bahkan, ada segelintir kisah juga yang akhirnya harus menyerah dan vakum dari profesi mulia itu. Salah satunya adalah saya sendiri.

Selama kurang lebih empat tahun, terhitung dari tahun 2012 sampai terakhir 2016, alhamdulillah saya sudah menjadi guru di beberapa tempat, baik itu guru sekolah dasar umum maupun guru bimbel. Ada beberapa pengalaman yang ingin sekali saya bagi, boleh ya? 

Pertama, saat saya menjadi asisten guru di bimbel tempat kakak saya, benar-benar pengalaman tak terlupakan. Saat itu, perjuangan membagi waktu antara mengajar di pagi hari dan setelah Dzuhur mengajar bimbel, rasanya tak mudah. Perjalanan yang cukup jauh antara tempat tinggal saya di Jakarta Timur ke tempat bimbel yang berada di Jakarta Selatan, ditempuh dengan menggunakan transportasi rute Kampung Melayu-Tanah Abang. Saat keberangkatan, saya masih bisa mendapatkan kursi karena berangkat langsung dari terminalnya. Tetapi saat pulang, subhanallah, saya harus rela berdiri di pinggir pintu saking padat dan sesaknya dengan ibu-ibu yang selesai kulakan di Pasar Tanah Abang.

Tidak terbayang betapa lelahnya hanya untuk mengajar selama satu jam. Saking lelahnya, akhirnya menjadikan saya tidak fokus saat turun, dan membuat saya sempat beberapa kali terjatuh dari bus tersebut. Pernah pula terseret beberapa meter. Tapi, alhamdulillah masih diberikan kesempatan hidup sampai hari ini oleh Allah.

Pengalaman kedua adalah saat saya mengajar di SD Swasta. SD itu muridnya hanya sedikit, dan mungkin masuk ke kategori SD untuk kalangan kaum papa. Murid-murid  laki-laki super aktif. Sayangnya, aktif disini dalam pengertian kurang baik. Seperti mereka selalu keluyuran saat jam pelajaran untuk bermain bola, bolos dan kabur dari kelas untuk bermain PS, bahkan paling parahnya saat salah seorang dari murid lelaki hampir menonjok saya saat saya tegur kelakuannya menjahili anak perempuan.. Benar-benar tidak ada rasa hormat sama sekali terhadap guru.. Belum lagi pemikiran mereka akan gampangnya pemberian nilai walaupun kelakuan minus tetap mereka lakukan, bahkan saat saya mengancam akan memberikan nilai jelek maka dengan entengnya mereka berkata "nanti juga bakalan diubah menjadi bagus sama kepala sekolah..." Subhanallah.. 

Banyak tantangan dan kesulitan saat saya menghadapi mereka. Sampai suatu kali saya menangis di kantor saking kewalahannya. Pernah suatu saat juga setelah istirahat, anak didik saya yang laki-laki menghilang semua, setelah saya telusuri, ternyata mereka tetap asyik bermain sepak bola di belakang sekolah padahal bel masuk pelajaran telah 20 menit berlalu.

Itu baru sedikit sekali dari kelakuan 'ajaib' mereka. 

Kalau diingat sekarang, kadang saya jadi geli sendiri. Masih teringat saat saya sambil memegangi rok supaya tidak terkena tanah lumpur harus ngomel-ngomel menyuruh mereka supaya masuk kelas.

Pengalaman lain saat mengajar di SD itu adalah ketika saya diutus untuk mewakili sekolah. Dan kami bertiga melakukan tes diagnostik, tes yang selalu dilakukan para wali kelas 4,5, dan 6, tes dengan mengujikan pelajaran yang akan dibuat ujian akhir. 

Saya yang kurang menguasai pelajaran Matematika akhirnya mengikuti les privat dengan guru matematika yang kebetulan juga wali kelas 5. Hal ini menunjukkan bahwa kami para guru pun tetap harus selalu menambah ilmu juga kan, tidak stagnan di satu tempat.  Terlebih, sekarang serba elektronik, raport pun sudah menjadi e-raport. Belum lagi yang lain. Karena itu, guru-guru juga mesti membekali dengan literasi digital. Sehingga bisa mengikuti tren belajar siswa di jaman yang serba digital dengan adanya inovasi teknologi.

Nah, pengalaman terakhir yang akan saya ceritakan dan yang paling tak terlupakan adalah saat saya mengajar pelajaran agama di sekolah National Plus

Dari awal saya diwanti-wanti jangan sampai menyinggung agama lain, karena walaupun mayoritas murid beragama muslim, tapi owner dan guru-guru mayoritas non muslim.

Semula saya pikir masih tidak terlalu sulit, tapi ternyata berat juga dalam penyampaian materi terutama dalam penyampaian halal dan haram. Murid pun kritis dan membuat saya kewalahan berusaha untuk sehati-hati mungkin menyampaikan supaya jangan sampai menimbulkan salah paham. 


Yang paling bikin nyesek saat seorang murid perempuan datang kepada saya untuk curhat menanyakan mengapa nilainya bukan nilai yang sempurna. Ia datang dengan wajah yang sangat sedih, saat saya menanyakan alasannya mengapa dirinya sedih, ia mengatakan ibunya memarahinya dan menyuruhnya harus mendapat nilai sempurna dalam pelajaran agama, bahkan mengancam akan memasukkan dia ke agama lain.

Saya pun merasa bersalah, walaupun memang kemampuannya hanya mampu mendapat nilai 90, tapi tuntutan sempurnanya itu membuat saya jadi serba salah. Karena 

Nyatanya, pelajaran agama tidak segampang hanya menghafal surat pendek misalnya, pelajaran agama juga mencakup keseluruhan aspek, baik itu budaya, sejarah, maupun aspek lain yang tidak gampang dipelajari. Jangankan anak kecil, orang dewasa pun masih banyak yang berbeda pemahaman dan pandangan terhadap agamanya sendiri.

Dari pengalaman-pengalaman itulah, saya berkesimpulan bahwa setiap pekerjaan dan profesi apapun itu tetap mempunyai tantangan masing-masing, pun tetap mempunyai tingkat kesulitan masing-masing. Saling respect satu sama lain akan membawa sikap saling menghargai, apapun profesi kita.

Semoga guru akan selalu jadi pahlawan tanpa tanda jasa. Dan juga melawan stigma negatif peran guru akhir-akhir ini yang mewarnai fenomena tak diinginkan di kalangan generasi kita. Semoga sekolah akan tetap aman, nyaman, berkualitas, dan mengajarkan budi pekerti yang menjadi bekal moral anak didik.

Meskipun sekarang saya harus melepaskan profesi keguruan saya dan beralih profesi menjadi online seller atau penjual online. Tapi setidaknya saya tetap berada pada jalur pendidikan, karena salah satu produk saya adalah buku dan alat penunjang edukasi anak.. 

Bukankah pejuang pendidikan itu tak selamanya harus guru, bahkan seorang ibu rumah tangga pun bisa menjadi pejuang pendidikan selama mereka mengajarkan pendidikan budi pekerti dan akhlak yang baik kepada anaknya, karena sesungguhnya pendidikan pertama dan utama berasal dari keluarga.

Salam dari saya, Sun, seorang yang tak pernah berhenti belajar sebagai pendidik, bermula dari rumah. Seperti yang saat ini saya lakoni.



- The Jannah Institute -


Kontributor : Sundari, Madiun
Foto : pixabay.com, dokpri