Home » Archives for 2020
Selasa, 29 Desember 2020
Rabu, 23 Desember 2020
Tips Menulis Buku Biografi Tentang Ayah : Belajar dari Review Buku Abi, My First Love
21.27 ayadeflorian
Review Buku Abi, My First Love.
Pada #TJIBookReview yang
diadakan pada tanggal 17 Juli 2020 lalu, lewat WAG TJI Community, Kak Dania
sebagai penulis berkesempatan untuk menceritakan secara singkat mengenai
perjalanannya dalam menulis buku yang dipersembahkan untuk Almarhum Abi yang
sangat dicintainya serta menceritakan bagian yang sangat menyentuh
dari isi buku tersebut. Penasaran nggak, jannati? Yuk, kita simak.
Ini adalah buku solo ketiga yang dilahirkan oleh seorang perempuan bernama
lengkap Dania Puspitasari. Adapun dua buku solo sebelumnya bertajuk Metamorpho
(Antologi Puisi) dan Mutiara Qiblat. Meskipun sempat dilanda kebimbangan dalam
proses penulisan naskah, alhamdulillah novel ini selesai dan menjadi sebuah
karya yang sangat inspiratif.
Yang menarik adalah tentang bagaimana seorang ibu dari tiga anak ini
mendapatkan ide untuk menulis buku Abi, My First Love. Cukup mengharukan
rupanya. Kala itu, Agustus 2019, sang Ayah yang biasa dipanggil Abi oleh Kak
Dania, dipanggil oleh Allah SWT. Sebagai seorang anak pastinya muncul rasa
kehilangan yang begitu besar. Hingga pada hari ke-21 pasca ditinggal pergi Abi
untuk selama-lamanya, rasa kehilangan dan kerinduan itu semakin besar dan
rasanya perlu untuk dituangkan dalam sebuah tulisan agar sedikit meringankan
beban di hati.
Saat sebagian orang termotivasi untuk menulis setelah membaca karya-karya
beberapa penulis hebat, Kak Dania justru termotivasi untuk menulis setelah ia
menemukan dan membaca diary sang Ayah sendiri. MasyaAllah.
Proses kreatif dari menulis buku ini dimulai Kak Dania dari membuat sebuah
outline yang kemudian dikembangkan menjadi ide penulisan agar menjadi sebuah
cerita yang kompleks. Selain itu, beliau juga membuat sebuah mapping kenangan
apa saja yang akan ia masukkan ke dalam naskah. Tidak terbayang ya ketika
mengingat kenangan tersebut, kerinduan akan kehadiran sang Abi di sisi pasti
semakin bertambah.
Sementara untuk judul, dipikirkan belakangan karena menurutnya, ia adalah tipe yang
selesai menulis dulu baru judul dipercantik.
Ia juga menuliskan beberapa strong why untuk menulis naskah tentang Abi yang sangat ia banggakan, yaitu :
·
Agar ilmu Abi mengalir sebagai amal jariyah,
·
Mengenangnya
karena ingatan begitu rapuh,
·
Memperkenalkan
Abi kepada anak cucu.
Tiga hal ini yang akhirnya menguatkan tekad Kak Dania untuk terus
melanjutkan menulis naskah buku Abi, My First Love. Atas dasar rasa kehilangan
tersebut, ada rasa ketakutan tersendiri jika sewaktu-waktu ingatannya tentang sang Abi perlahan-lahan hilang karena sebagai makhluk, kemampuan mengingat kita
sangat terbatas. Begitu juga seperti yang kita tahu, saat waktu kita di dunia
sudah habis maka saat itu juga terputuslah kesempatan untuk beramal baik.
Dengan adanya buku ini, Kak Dania berharap bisa menjadi amal jariyah bagi Abi.
Ini adalah daftar isi dari buku Abi, My First Love.
![]() |
Source: WAG TJI Community |
Pada salah satu bab yaitu bab 7, Kak Dania memberikan sub judul yaitu Sang Kakek
Kami. Pada bab 7 tersebut Kak Dania mencoba melibatkan anak-anaknya dalam
proses penulisan. Kak Dania menanyakan satu persatu kepada anaknya layaknya
wartawan yang sedang mewawancarai narasumber.
Proses ini juga bertujuan untuk mengembalikan ingatan anak-anak terhadap
sang kakek yang baru saja wafat. "Dan anak-anak sangat menikmati proses tersebut
serta bangga kita melihat nama mereka tercantum dalam buku yang saya tulis
tersebut," ungkap Kak Dania kala itu.
![]() |
Source: WAG TJI Community |
“Abi saya memang suka sekali cerita, suka membaca dan
menyediakan kami buku. Itu yang saya ingin wariskan ke anak cucu kami.” lanjut Kak Dania bercerita betapa bangganya ia memiliki sosok ayah seperti sang
Abi.
Menutup sesi review buku hari itu, Kak Dania juga
mengatakan bahwa jika setelah membaca buku ini ada yang berpendapat, “Ah, gini
aja saya juga bisa.” Maka buku ini sudah berhasil memotivasi kamu bahwa kamu
pun bisa menulis sebuah buku, dua buku, bahkan lebih.
Itu bukti bahwa menulis tidak membutuhkan bakat tetapi
kemauan dan tekad.
Buku ini menjadi lebih menarik karena berasal dari
keresahan hati sang penulis karena apa yang dari hati insyaallah akan sampai ke
hati juga. Karena berkisah tentang sang Abi yang sudah pergi lebih dahulu maka
sudah pasti buku ini mengandung efek baper yang akan membuat jannati sekalian
meneteskan air mata setelah membacanya sembari mengingat sosok ayah masing-masing, begitu sangat menyentuh.
Kontributor: Ayadeflorian
book review / buku inspirasi / buku tentang ayah / daniapus / review buku abi. buku biografi ayah / tips menulis buku biografi
Minggu, 13 Desember 2020
Writer Undercover, Kisah-kisah Pilu Profesi Penulis
17.28 Alan Zakiya
Halo Jannati, masih semangat untuk berkarya, bukan? Harus dong, ya. Apalagi jika karyanya memberikan manfaat bagi diri, orang lain, agama, dan bangsa, eaaa. Duh kok jadi berat sih 😅 Jadi, sebenarnya pembahasan kali ini tentang writer undercover, semacam duka, kelam, kecut dan pahitnya menjadi penulis. Bukan untuk menakuti Jannati meraih cita-cita menjadi penulis, tetapi untuk memberikan wawasan pada para calon penulis terbaik. Harapannya, setelah membaca artikel ini Jannati bisa lebih mawas diri dan mengantisipasi kemungkinan mengalami hal yang sama.
Sharing session pada tanggal 25 September 2020 ini terasa spesial. Selain Jannati ditemani oleh Kak Miyosi Ariefiansyah, pro blogger di www.miyosiariefiansyah.com, juga ada coach Prita HW, founder The Jannah Institute yang akan menceritakan juga kisahnya. Seru sekali, bukan?
Kisah Kelam Menguji Nyali, Mental dan Kesabaran
Setiap pekerjaan tentu memiliki suka dan duka. Begitu juga dengan penulis. Hanya saja saat Jannati memilih berkecimpung di dunia tulis menulis, maka harus siap dengan segala konsekuensi dan ketidaknyamanan yang mengikuti.
Ada dua kategori pengujian kesabaran yang dialami penulis internal dan eksternal. Faktor internal masih dibagi lagi menjadi tiga bagian, yakni yang berhubungan dengan upah, perasaan, dan asumsi.
Ada banyak kejadian dibalik writer undercover yang berhubungan dengan upah, yakni :
Tidak dibayar. Hal ini pernah dialami oleh Kak Prita, dimana ia diminta untuk menulis dua buku solo yang cukup menghabiskan waktu. Namun, saat buku sudah selesai untuk menuju proses selanjutnya, tidak ada kejelasan untuk pembayarannya. Bahkan hingga artikel ini ditulis, ketidakjelasan ini sudah mencapai lebih dari setahun lamanya. Sedih ya, Jannati. Semoga Kak Prita segera mendapatkan kabar baiknya, ya.
Dibayar dengan harga di bawah harga pasar. Hal ini pernah dialami oleh teman Kak Miyosi. Dimana harga artikel untuk 1000 kata hanya dibayar Rp. 10.000 saja. Belum lagi kata Kak Prita, kalau ada yang juga meminta keyword kata tertentu. Sungguh menyebalkan.
Seperti yang Jannati ketahui, proses menulis itu tidak mudah. Ada proses pencarian ide, pembuatan outline, eksekusi, swasunting, hingga tahap akhir. Semuanya membutuhkan energi yang tidak bisa diremehkan. Lagipula tidak semua orang memiliki kemampuan tersebut. Jadi, upah yang diberikan haruslah pantas.
Hati-hati jika Jannati mengambil proyek di projects.com, sribulancer.com, freelancer.com dan platform semacamnya. Karena meski sudah ada portofolio, masih ada oknum yang memanfaatkan keluguan penulis baru dengan meminta contoh tulisan yang memiliki tema sama. Selanjutnya baru akan ditentukan akan terjalin kerjasama atau tidak. Kalau contoh tulisannya memang sudah Jannati lampirkan sebagai portfolio, atau tulsan dengan tema project yang akan dibuat nggak masalah. Tapi, jika tulisannya benar-benar baru sesuai brief yang diminta, lebih baik lakukan negosiasi ulang. Itu tips dari Kak Prita yang telah menjalani profesi sebagai freelance writer sejak 2010.
Kak Prita juga menambahkan, untuk saat ini, ia mungkin akan menerima pemesanan artikel dari projects.com atau sribulancer.com, dengan ketentuan per 700-1000 kata masing-masing seharga Rp. 30.000. Itu pun harus dalam jumlah besar, minimal 10-50 artikel setiap proyeknya.
Pembayaran terlambat
Pembayaran diselewengkan
Ikut lomba tetapi hadiah tidak manusiawi. Banyak sekali perlombaan-perlombaan yang seperti ini. Meski di awal sebenarnya tahu jika hadiahnya sekian. Namun, saat dijalani ternyata tidak sebanding.
Ikut lomba tapi berbayar. Tentu Jannati pernah mengetahui tentang hal ini. Jika dalam bentuk kelas menulis, yang pastinya Jannati diberi kritik dan saran penulisan tentu tidak apa-apa. Atau ada fasilitas lainnya.
Fee dicicil bahkan hingga bertahun-tahun lamanya.
Writer Undercover yang berhubungan dengan perasaan, ada tiga macam. Yakni :
Dikhianati (saat ada penulis lain meminta info terlihat ramah sekali, tetapi sayangnya ketika keinginannya sudah tercapai si pemberi info dilupakan begitu saja.),
Penulis cari muka,
Tulisan diplagiat, bahkan oleh website islami. Hal ini pernah pula terjadi di sebuah perlombaan kepenulisan, dimana tulisan tiba-tiba diterbitkan di empat website tanpa pemberitahuan kepada penulisnya. Apalagi ternyata sebenarnya naskah tersebut fiksi. Namun, dianggap non fiksi sehingga sempat menimbulkan konflik. Setelah diperingatkan, baru kemudian diturunkan. Hati-hati dengan plagiator ya, Jannati.
Mendapatkan kenyataan bahwa sikap tak sebaik tulisan.
Berhubungan dengan asumsi masyarakat terhadap penulis adalah dianggap pengangguran dan bukan sebuah profesi. Tak jarang Kak Miyosi sering diberi saran untuk mengikuti tes CPNS oleh keluarga dan kawan-kawan beliau. Sedih sekali ya, Jannati. Profesi penulis memang belum terlalu dianggap sebagai sebuah pekerjaan di Indonesia. Jadi, sabar saja, hehe.
Selanjutnya pengujian kesabaran dari faktor eksternal. Yakni faktor yang bukan dari dalam diri penulis. Terdiri dari :
Kegalauan saat menjadi ghost writer. Saat buku pesanan sudah terbit kemudian menjadi best seller, seorang ghost writer harus tetap tutup mulut. Padahal di dalam hati tentu saja terjadi kemelut yang tidak bisa diungkapkan. Inilah yang dialami Kak Miyosi saat itu.
Lalu, mengapa tetap ambil job ini? Alasannya adalah saat itu Kak Miyosi ingin mencoba hal yang baru, temanya cocok dengan beliau, dan fee yang diberikan tentunya. Oleh karena itu, Kak Miyosi tidak pernah menyesal, hanya terkadang merasa galau saja.
Ingin mengambil job sebanyak-banyaknya. Padahal belum tentu bisa mengerjakan semua.
Tergoda proyek pesanan daripada menyelesaikan proyek pribadi.
Manajemen Waktu
Saat ditanya tentang manajemen waktu, tentu setiap penulis berbeda-beda. Namun, seperti kata Dee Lestari saat seminar dan Kak Prita menjadi moderatornya, bahwa, “hidup saya lebih teratur saat saya sedang menulis.”
Sebagai seorang ibu dari balita, maka Kak Miyosi memilih untuk mengerjakan proyek pribadi, yakni menulis buku. Jika dulunya, ia bisa menulis satu buku dalam seminggu, maka sejak memiliki buah hati, ia menulis saat anaknya tertidur. Setiap hari, ia akan menulis sebanyak empat halaman. Mungkin akan lama untuk menjadi sebuah buku, tetapi untuk saat ini, itulah yang dirasa mampu dilakukan.
Tak begitu berbeda dengan Kak Prita. Ia akan menulis caption (meski panjang) sambil bermain dengan duo krucilnya. Karena memang sudah terbiasa, jadi tidak terlalu membutuhkan waktu yang lama. Untuk blog, ia akan membuat draft dulu baru kemudian editing, menyertakan foto, dan penyempurnaannya dilakukan di lain waktu.
Untuk opini ke media, ia rutin melakukannya setiap bulan, satu dua artikel. Karena menulis opini lebih menguras pikiran, maka Kak Prita memilih untuk mencari referensi dulu, lalu mencatat intinya di notes. Baru jika sudah lengkap dieksekusi. Sedangkan untuk buku solo cenderung memakan waktu lebih lama sehingga menunggu jika duo krucilnya sudah bisa ditinggal.
Setiap penulis pasti menemukan waktu yang tepat untuk menuangkan idenya. Coba saja semuanya, kemudian Jannati pasti akan menemukan polanya.
Pesan Kak Miyosi jika tetap ingin menjadi content writer, maka lebih baik pakai bahasa Inggris. Karena pangsanya bisa lebih luas. Ia berharap suatu saat nanti, The Jannah Institute bisa memiliki kelas menulis Bahasa Inggris yang bekerja sama dengan mentor berpengalaman. Sehingga lulusannya bisa memiliki skill yang mumpuni untuk bersaing dengan penulis lainnya.
Baca Juga : Menulis Asik with Kak Miyosi
Berbeda dengan pesan dari Kak Prita, daripada menjadi content writer, lebih baik menjadi blogger yang di-monetized. Karena, untuk mendapatkan Rp. 300.000-500.000 seorang content writer harus menulis setidaknya 10-20 artikel, maka pada blog cukup menulis satu artikel saja.
Sebagai penutup, Kak Prita berpesan agar tetap semangat dan belajar menentukan prioritas. Jangan sampai stres gara-gara menulis.
Kontributor : Alan Zakiya Permana Wati (@alanzakiya)
Alumni Online Writing Class #2 dan Kelas Menulis Caption IG #4
content writer / freelance writer / freelancer / ghost writer / kisah pilu penulis / penulis konten / penulis lepas / penulsi indonesia / profesi penulis / writer undercover
Atasi Perasaan Mindermu dengan Baca Buku "Seni Mengelola Rasa Minder dengan Trigger"
15.20 Alan Zakiya
Minder atau rendah diri adalah perasaan negatif yang sering muncul saat kita merasa kurang atas apa yang sudah dimiliki. Biasanya hal ini muncul karena adanya pembanding (orang lain). Jannati pernah merasakan seperti ini juga, tidak? Minder karena kemampuan, keuangan, pencapaian, atau body goals? Lalu, apa yang Jannati lakukan? Berusaha percaya diri atau malah menghindari kerumunan? Apapun yang terjadi tetap pilih yang pertama ya.
Nah, kebetulan nih! Tanggal 18 September 2020 kemarin, WhatsApp grup TJI Community mengadakan book review : Seni Mengelola Rasa Minder dengan Trigger, karya Kak Inten Tamimi. Penulis yang merupakan sarjana Ekonomi Universitas Jember ini, ternyata telah memiliki satu buku solo kumpulan puisi, dan lima antologi. Buku Seni Mengelola Rasa Minder dengan Trigger ini merupakan buku non fiksi solo pertama yang ditulisnya.
Penulis yang lahir di Pasuruan tahun 1998 ini mengaku bahwa usahanya menulis buku nonfiksi ini adalah untuk membagi rasa minder yang pernah dialaminya. Terselip juga pengalamannya seputar rasa minder ini. Kak Inten berharap dengan begitu para pembacanya juga mampu bercerita perihal rasa mindernya. Lalu perlahan namun pasti, rasa negatif ini bisa berkurang dan hilang.
Perasaan minder yang terus menerus dirasakan pasti akan berpengaruh terhadap kehidupan. Potensi-potensi yang dimiliki bukan tidak mungkin akan tenggelam karena memang tidak pernah diasah dan diperlihatkan. Karena itu, upaya mengatasi rasa minder ini perlu dipelajari dan dikerjakan agar tidak berlarut-larut. Salah satunya dengan membaca bukunya Kak Inten ini.
Buku Seni Mengelola Rasa Minder dengan Trigger ini terbit setelah Kak Inten mengikuti kelas Nulis Aja Community (NAC) yang pada waktu itu memang sedang open recruitment. Baginya, ini adalah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan. Setelah mengikuti kelas menulis buku dari mentor, maka diberikanlah tugas menulis buku ini. Kak Inten memilih menulis nonfiksi untuk menantang kemampuannya di bidang ini. Alhamdulillah berhasil.
BACA JUGA : Keterampilan Berbicara Itu Perlu
Tenggat waktu yang diberikan mentor NAC adalah selama tiga bulan, yakni mulai bulan Maret hingga Mei. Hal ini sempat membuat Kak Inten mengalami mental block, tetapi tidak menyurutkan tekad Kak Inten untuk merampungkan tulisan. Kak Inten terus melakukan riset dengan membaca buku-buku terkait serta mewawancara orang-orang di sekitarnya yang memiliki permasalahan dengan keminderan. Bahkan Kak Inten juga sempat mengganti banyak outline hingga terlihatlah isi buku seperti yang sekarang terbit ini.
Mengapa Kak Inten memilih judul Seni Mengelola Rasa Minder dengan Trigger? Karena buku ini berisi tentang cara mengelola rasa minder yang kerap dialami oleh banyak orang. Nah, proses pengarahan menjadi lebih baik itu membutuhkan seni. Sedangkan trigger adalah pemicu agar seni pengelolaan rasa minder ini bisa berjalan dengan lebih cepat.
Setiap orang tentu memiliki trigger yang berbeda-beda. Karena latar belakang serta cara pemikiran yang berbeda akan berpengaruh terhadap keputusan yang diambil seseorang. Jika Jannati masih belum menemukan trigger-nya, jangan panik! Karena di buku Kak Inten ini juga diberikan beberapa contoh dari trigger tersebut. Bisa jadi salah satunya sesuai dengan para Jannati atau bisa jadi salah satunya menjadi pengingat tentang trigger Jannati pribadi.
Buku ini berisi lima bagian yaitu :
Reminder about Me, berisi tentang mengapa rasa minder itu muncul?
Serba Serbi Curhatan Minder, berisi tentang kisah atau cerita pribadi penulis terkait rasa minder.
Kelola Rasa Minder, berisi tentang cara mengelola rasa minder
Ini triggerku, kalau kamu apa triggermu? Berisi tentang trigger sebagai pemicu untuk dapat membantu mengelola rasa minder.
Manfaat Mengelola Rasa Minder, berisi tentang manfaat setelah kita bisa mengelola rasa minder
Semua tentang rasa minder dibahas di buku ini. Bagi Jannati yang merasa memiliki permasalahan yang sama, maka tidak ada salahnya untuk mencoba membacanya. Karena buku ini cocok untuk dibaca dan diterapkan oleh semua umur.
“Setiap orang memiliki rasa mindernya, kembali lagi ke diri masing-masing ingin terus merasa minder atau mencari celah untuk menggali potensi diri. Kehebatan orang berbeda-beda, maka cintai diri kita dari sekarang.” Kata Kak Inten menutup sesi sharingnya.
Kontributor : Alan Zakiya Permana Wati
Alumni kelas Online Writing Class #2 dan kelas Menulis Caption Instagram dengan Gaya Story Telling #4
book review TJI / Inten Tamimi / mengatasi minder / mengelola rasa minder / minder / review buku seni mengelola rasa minder dengan trigger / The Jannah Institute / trigger minder
Jumat, 09 Oktober 2020
Keterampilan Berbicara itu Perlu. Tambah ilmu di Kelas Online (Daring) Public Speaking for Moms The Jannah Institute
20.15 Prita HW
Seni keterampilan berbicara itu sangat penting untuk dimiliki oleh setiap orang, karena tidak hanya untuk melatih mengelola emosi saat harus berhadapan dengan banyak orang, tetapi juga untuk menambah rasa percaya diri seseorang. Bagi seorang ibu, seni keterampilan berbicara sangat diperlukan, karena kita tidak pernah tahu kapan kesempatan emas serta tantangan seru akan datang. Keterampilan berbicara itu perlu, makanya saya menambah ilmu dengan ikut kelas online atau daring Public Speaking for Moms di The Jannah Institute.
Menurut Ibu Septi Peni Wulandani, pendiri Komunitas Ibu Profesional, rumah adalah taman dan gerbang peradaban yang akan mengantarkan seluruh anggota keluarganya menuju peran peradaban. Oleh karena itu ibu adalah salah satu arsitektur peradaban, yang bisa membangun peradaban dari dalam rumah, yang bisa menemukan peran peradabannya sebagai individu dan bisa memandu anak-anak untuk menemukan peran peradabannya. Bagi Christina dalam bukunya yang berjudul Sekolah Menjadi Orang Tua menyebutkan bahwa rumah adalah sekolah pertama dan utama di dunia, dan gurunya adalah orang tua. Selain itu ada pepatah Arab menyebutkan bahwa Ibu adalah pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya.
Dari sana dapat diambil suatu hal mendasar bahwa seorang ibu harus terus membekali dirinya dengan berbagai keterampilan dalam perannya dalam mendidik dan mengasuh anak-anaknya. Salah satu skill yang harus dimiliki oleh sosok ibu adalah keterampilan berbicara atau public speaking.
Mendidik Anak Perlu Seni Berbicara?
“Masak sih, mendidik anak memerlukan seni berbicara? Bukannya kita tinggal mengajari anak kita saja? Nggak perlu kan kita yang seorang ibu perlu belajar tentang seni berbicara?”
Beberapa pertanyaan di atas mungkin juga terlintas di pikiran jannati, para sahabat The Jannah Institute (TJI) semuanya.
Tentu saja seni berbicara sangat diperlukan dalam pola pendidikan dan pengasuhan anak. Saat ibu hendak mengajarkan atau mempengaruhi agar melakukan sesuatu atau memberikan instruksi serta contoh kepada anaknya. Saat berdiskusi serta menjawab pertanyaan anak. Saat hendak membacakan cerita untuk anak. Saat hendak bermain peran bersama anak. Saat hendak mendisiplinkan anak. Kesemuanya memiliki perbedaan dalam teknik penyampaiannya, kesemuanya itu membutuhkan seni berbicara.
Baca Juga : Parenting Qurani : Mendidik Anak dengan Bahagia
Sedangkan bagi saya, seorang ibu pekerja di ranah domestik, selain untuk diterapkan di saat berinteraksi dan berkomunikasi dengan keluarga seni keterampilan berbicara diperlukan saat sedang melakukan kegiatan komunitas serta aktivitas sosial lain. Pada komunitas dimana saya mengambil peran sebagai pengurus di dalamnya, kerap ada kebutuhan untuk memberikan testimoni atau kesan/pengalaman yang harus ditampilkan dalam bentuk video. Hal lainnya adalah saat mengikuti kelas bahasa asing di tempat saya tinggal kurang lebih empat tahun ini, Tsukuba, Jepang. Di setiap akhir periode kelas, umumnya selalu diadakan acara perpisahan dimana masing-masing murid harus memberikan speech atau pidato singkat dalam bahasa Jepang tentang diri atau negara tempat asalnya.
Nah, di acara-acara seperti inilah, saya merasa keterampilan untuk berkomunikasi di depan orang banyak sangat dibutuhkan. Atau kesempatan lainnya adalah saat dihubungi oleh salah satu staf pengajar dan diminta untuk mengisi (memperikan paparan materi) dalam Kelas Internasional bagi murid kelas dua di salah satu Sekolah Dasar yang ada di kota Tsukuba. Aktivitas-aktivitas yang saya sebutkan di atas tentu merupakan kesempatan berharga bagi seorang ibu pekerja di ranah domestik untuk lebih mengembangkan diri dimana seni keterampilan berbicara atau public speaking menjadi sangat diperlukan.
Seni Berbicara Mampu Membangun Rasa Percaya Diri
Kepercayaan diri diartikan sebagai keyakinan terhadap diri sendiri sehingga mampu menangani segala situasi dengan tenang, kepercayaan diri lebih banyak berkaitan dengan hubungan seseorang dengan orang lain. Tidak merasa inferior di hadapan siapapun dan tidak merasa canggung apabila berhadapan dengan banyak orang.
Ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa kepercayaan diri adalah sikap pada diri seseorang yang bisa menerima kenyataan, mengembangkan kesadaran diri, berpikir positif, memiliki kemandirian dan mempunyai kemampuan untuk memiliki segala sesuatu yang diinginkan.
Dengan mengikuti Public Speaking Class, kita diminta menganalisa terlebih dulu siapa audiens kita, dalam situasi seperti apa kita diminta untuk menyampaikan informasi. Materi atau informasi seperti apa yang akan dibawakan. Sehingga berangkat dari sana, jannati bisa mempersiapkan hal-hal pendukung yang dapat membangun dan meningkatkan kepercayaan diri. Misalnya saja dengan berpenampilan yang sesuai serta nyaman bagi diri. Dengan tampil nyaman dan sudah mempersiapkan segala sesuatunya, tentu rasa percaya diri semakin bertambah.
Tampil percaya diri saat berbicara di hadapan publik adalah salah satu indikator keberhasilan dalam melakukan public speaking. Menampilkan rasa percaya diri di hadapan publik juga tentunya akan menambah kesan hebat di mata para audiens nya. Percaya diri juga mampu memberikan pengaruh yang signifikan kepada para pendengarnya dalam memahami kejelasan oleh pembicaranya.
Tambah Ilmu di Kelas Online (Daring) Public Speaking for Moms Batch 5 The Jannah Institute
Di awal bulan Juli 2020 lalu, The Jannah Institute, sebuah knowledge centre yang berlokasi di kota Jember mengadakan kelas online (daring) bertema Public Speaking for Moms yang kali ini merupakan kelas angkatan kelima. Suatu media pembelajaran bagi para ibu untuk meningkatkan kapasitas dan keterampilan diri khususnya di bidang komunikasi.
Menurut Prita Hendriana Wijayanti, inisiator dari The Jannah Institute, dengan bekal ilmu seni berbicara atau yang sudah familiar dengan istilah public speaking, orang yang mempelajarinya akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain :
- Lebih percaya diri dalam menyampaikan opini
- Lebih luwes saat berbicara di depan kamera
- Terbiasa menghadapi publik atau orang banyak, baik secara online maupun bertatap muka langsung atau offline
- Lebih menyenangkan saat menemani anak belajar di rumah apalagi di masa School From Home seperti sekarang ini
Nah, banyak sekali bukan manfaat dari mengikuti kelas seni berbicara atau public speaking ini. Tentunya jannati pun juga semakin ingin tahu tentang apa saja sih yang dibahas di kelas yang dilakukan dengan menggunakan tiga media, yakni melalui aplikasi Zoom, Google Meet dan What’s App Group ini.
Untuk menjawab rasa penasaran jannati, berikut ini hal-hal yang dikupas dan dijabarkan di dalam kelas Public Speaking for Moms batch 5 yang telah aku ikuti bersama beberapa ibu hebat lainnya yang sebagian besar berdomisili di kota yang terkenal dengan Jember Fashion Carnival ini, selain beberapa kota lain seperti Depok, dan Kediri.
Kelas yang diadakan selama empat pekan ini diisi dengan materi yang sungguh berbobot.
Pertemuan Pertama diawali dengan perkenalan para peserta serta berbagi pengalaman paling membahagiakan oleh Siska Rofitasari, salah seorang alumni kelas Public Speaking for Youth, yang juga merupakan moderator di kelas ini. Dilanjutkan dengan dua materi dasar yakni Urgensi Public Speaking serta Detoks Ketakutan dan Self Talk yang disampaikan oleh Prita Hendriana Wijayanti, pendiri The Jannah Institute yang sejak duduk di bangku sekolah sudah menggiatkan kegiatan literasi bahkan sampai saat ini.
Di materi pertama kali ini, saya mendapatkan pesan yang sangat menarik dan terus teringat.
“Demam panggung adalah hal biasa. Hal alamiah yang tentunya dialami oleh siapa saja, karena kita semua adalah manusia. Dengan semakin banyak jam terbang maka demam panggung akan semakin dapat diatasi”
Di pertemuan pertama yang dilakukan secara online melalui aplikasi Zoom, para peserta diberi tugas berupa berinteraksi langsung untuk menyampaikan komitmen tujuan atau goals yang hendak dicapai dalam mengikuti kelas ini. Serta berbagi tentang pengalaman melakukan komunikasi di depan khalayak sebelumnya, dan bagaimana yang dirasakan saat itu. Ini dalam rangka menemukan kekuatan bersama. Dan, jangan lupakan untuk membuat selftalk setiap harinya dengan menuliskannya di media sosial sebagai refleksi dari pertemuan perdana ini.
Pertemuan kedua diisi dengan dua materi yang juga diberikan oleh inisiator The Jannah Institute. Materi pertama berjudul voice power serta kegunaannya, sedangkan yang kedua adalah membaca bercerita, melatih instonasi dan gesture.
Buat saya, materi kedua ini sangatlah menarik karena belum pernah sekalipun mendapatkan ilmu tentang voice power. Apalagi ada waktu dimana seluruh peserta yang hadir melalui media Zoom diminta mempraktekkan materi kekuatan suara. Berbicara dengan menggunakan dengan tiga teknik pengeluaran suara yang berbeda. Seru banget pokoknya. Bahkan anak-anak saya jadi ikut menirukan apa yang ibunya ucap dan lakukan, hehe.
Tugas di pekan kedua ini juga makin seru, yakni seluruh peserta diminta membuat rekaman suara sedang bercerita.
Yang bikin menantang adalah para peserta diminta mengumpulkan rekaman tersebut dalam bentuk aplikasi Podcast. Aplikasi yang benar-benar asing dan baru buat saya. Suatu aplikasi yang mirip dengan radio. tapi sebenarnya sangat berbeda. Kesamaannya adalah podcast umumnya berupa audio (walaupun sekarang juga ada podcast video) yang didengarkan seperti saat sedang mendengar radio. Kesamaan lainnya adalah pendengar harus memilih saat hendak mendengarkan siaran. Bedanya bila di radio pendengar akan mendengarkan dengan memilih stasiun radio A atau stasiun radio B dan seterusnya. Sedangkan di podcast pendengar harus memilih mau mendengarkan podcast milik siapa dan memilih topik tertentu.
Struktur simple video blog atau biasa disingkat vlog oleh inisiator The Jannah Institute yang juga seorang blogger professional menjadi materi ketiga yang diberikan di dalam kelas Public Speaking for Moms batch 5 melalui media Zoom. Di materi ini para peserta diberikan penjelasan tentang cara membuat content untuk vlog, yakni harus terdiri dari opening, main content, dan closing.
Nah, bukan The Jannah Institute namanya bila tidak memberikan tugas yang menantang bagi para pesertanya. Jelang pekan terakhir ini, tugas yang harus dikerjakan oleh peserta adalah membuat vlog dengan durasi 5 menit dengan tema tertentu yang telah dipilih berdasarkan undian.
Salah satu contoh tema yang diberikan kepada peserta adalah tentang Kiat Menjaga Kesehatan bagi Para Ibu di tengah Situasi Pandemi. Sebenarnya mencari bahan materi tidaklah terlalu sulit. Yang membuat menantang adalah vlog ini harus diunggah di media sosial terutama Instagram TV milik para peserta. Sungguh benar-benar menantang, bukan?
Baca Juga : Ibu-ibu Belajar Public Speaking, Buat Apa?
Untuk materi pekan keempat atau terakhir adalah tentang voice over technique yang disampaikan langsung oleh Eenly Putri, seorang voice over talent dari PT Siantar Top, yang juga seorang Programme & Production Manager SSTV. Narasumber yang akan membagi ilmu dan pengalaman di bidang voice over (pengisi suara), bidang yang sedang naik daun saat ini.
Untuk tugas pekan keempat ini juga tidak kalah seru dan menantang bagi para peserta, karena di pekan terakhir ini harus menyelesaikan tantangan voice over untuk salah satu iklan produk.
Tugas yang benar-benar memerlukan kesabaran dan mengasah keterampilan berbicara, serta mengolah rekaman suara agar pas dengan video iklan yang diputar. Sungguh tugas yang melibatkan banyak faktor keterampilan setiap peserta.
Bonusnya, ada final perform dalam format webinar sebagai project akhir kelas ini, dan alhamdulillah, saya berkesempatan menjadi salah satu narasumbernya. Sungguh pengalaman perdana yang tak bisa dilupakan. Saya berbagi tentang Belajar Public Sepaking bagi Ibu Perantauan. MasyaaAllah, ini pengalaman pertama menjadi narasumber, bukan sebagai peserta.
Kelas Online Public Speaking for Moms The Jannah Institute, Recommended!
Kelas Public Speaking yang diadakan oleh The Jannah Institute ini sangat layak untuk diikuti. Materi kelas yang lengkap dan berbobot seputar ilmu berkomunikasi, menambah keterampilan dalam berbicara bagi para peserta karena dibimbing langsung oleh public speaker, fasilitator dan trainer yang telah berpengalaman di organisasi dan berkomunitas di tingkat lokal maupun nasional. Namun, tidak hanya itu, melalui tugas-tugas menantang yang diberikan pun dapat membuat para peserta mendapatkan skill lain yang juga sangat berrmanfaat. Antara lain belajar untuk berkomitmen dalam mengikuti kelas sampai selesai, memacu diri untuk selalu mengumpulkan seluruh tugas-tugas, berupaya untuk memahami perkembangan teknologi dan dapat berinteraksi dengan para ibu hebat sesama pembelajar.
Dengan mempelajari public speaking, saya merasa menjadi lebih percaya diri saat harus mengutarakan pendapat di dalam suatu diskusi, sudah mulai bisa mengatur rasa gugup yang menghampiri saat hendak memulai berbicara di depan publik.
Jadi seni berbicara atau public speaking sangat layak menjadi salah satu ilmu yang dipelajari oleh seorang ibu. Dengan ,public speaking, seorang ibu mampu membuat rasa percaya diri semakin terbangun sehingga saat tanpa diduga ada kesempatan atau tantangan untuk berbicara di depan orang banyak menghampiri, jannati tanpa ragu untuk mengambil dan menyelesaikannya.
Semoga pengalaman mengikuti kelas online (daring) Public Speaking for Moms batch 5 dari The Jannah Institite ini dapat bermanfaat. Terima Kasih.
Kontributor : Arsita Rahadiyani Loekito
Alumni Public Speaking for Moms batch 5,
Alumni Blogging Class Basic, Intermediate, Advance batch 1
belajar-public-speaking / kelas-ibu-ibu / kelas-muslimah / kelas-perempuan / kelas-public-speaking-online / pengalaman-kelas-online / public-speaking-for-moms / review-kelas-online
Minggu, 22 Maret 2020
Review Buku : 64 Sahabat Teladan Utama
11.52 Prita HW
Paket 64 STU ini terdiri dari 14 judul yaitu :
2 Singa Padang Pasir : Umar bin khattab
3 Pemilik Dua Cahaya : Utsman bin Affan
4 Singa Khaibar : Ali bin Abi Thalib
5 Pembela Islam Ahli Surga : Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam
6 Pedagang Dermawan Ahli Surga
7 Tetangga Rasulullah di Surga : Said bin Zaid dan Abu Ubaidah
8 Para Pemimpin Bidadari Surga : Khadijah binti khuwailid, Aisyah binti Abu Bakar Ash Shiddiq, Fatimah Az Zahra, Asma Binti Abu Bakar
- Puzzle berbentuk balok yang terdiri dari 6 gambar yang bisa dibolak balik
- Peta sejarah kekuasaan Islam
- Biografi singkat ilmuwan muslim
Kelebihan 64 STU Versi Saya
buku-sygma-daya-insani / review-buku / review-buku-64-sahabat-teladan-utama-sygma-daya-insani / TJI-book-review
Menjadi Guru itu Tantangan : Sebuah Pengalaman
11.31 Prita HW
