Desember 2020

Selasa, 29 Desember 2020

Produktif dalam Menanti Dua Garis Biru





Setiap pertanyaan yang mengandung KAPAN biasanya selalu sensitif bagi orang yang ditanya. Setuju nggak, Jannati? Contoh: Kapan sidang? Kapan wisuda? Kapan diterima kerja? Kapan nikah? Kapan punya momongan? Kapan nambah adik buat si kakak? dan seterusnya. Pertanyaan mengandung kapan ini seperti nggak ada akhirnya. Sharing session The Jannah Institute beberapa waktu lalu  (20/11/20) ada hubungannya juga nih dengan pertanyaan sensitif tadi. Pertanyaan yang terkait dengan "kapan punya momongan?" yaitu Produktif Sembari Menunggu Dua Garis Biru.

Jannati punya pengalaman ditanya "kapan..." juga nggak? Gimana perasaannya saat mendapatkan salah satu dari pertanyaan di atas? Galau? Wajar. Tapi sebaiknya jangan terlalu dibaperin ya. Galau sebentar saja setelah itu bangkit kembali, jadikan pertanyaan seperti itu sebagai penyemangat.

Bila jannati adalah seorang istri yang sedang menanti dua garis biru, wajib banget simak tulisan ini sampai akhir. Dan tentunya jangan lupa juga untuk mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari agar penantian ini tidak menjadi waktu yang terbuang begitu saja. 

Sharing session ini disampaikan oleh Kak Miyosi Ariefiansyah. Beliau adalah seorang momblogger dan juga aktif di dunia literasi. Kalau jannati masih suka galau karena belum mempunyai momongan setelah 1 atau 2 tahun usia pernikahan, itu belum ada apa-apanya dibanding Kak Miyosi yang menanti datangnya garis biru selama hampir 10 tahun setelah menikah. Nah loh! Sebuah penantian yang sangat panjang bukan? Tidak semua orang mampu menjalaninya, dibutuhkan kesabaran yang begitu besar dalam melaluinya. 

Bagaimana Kak Miyosi mampu untuk melalui penantian panjang tersebut hingga membuahkan hasil yang begitu indah? Jawabannya tidak lebih dari mencari kesibukan. Selain waktu tidak menjadi terbuang begitu saja, kesibukan dapat mengusir kegalauan dari pikiran-pikiran negatif tentang kenapa saya belum punya anak. 

Apa saja yang bisa dilakukan saat jannati mulai resah karena tak kunjung mendapati dua garis biru tersebut? Silahkan intip kelanjutannya di sini ya, Jannati.



Kontributor : Ayadeflorian





Rabu, 23 Desember 2020

Tips Menulis Buku Biografi Tentang Ayah : Belajar dari Review Buku Abi, My First Love


 


Review Buku Abi, My First Love. Pada #TJIBookReview yang diadakan pada tanggal 17 Juli 2020 lalu, lewat WAG TJI Community, Kak Dania sebagai penulis berkesempatan untuk menceritakan secara singkat mengenai perjalanannya dalam menulis buku yang dipersembahkan untuk Almarhum Abi yang sangat dicintainya serta menceritakan bagian yang sangat menyentuh dari isi buku tersebut. Penasaran nggak, jannati? Yuk, kita simak.

Ini adalah buku solo ketiga yang dilahirkan oleh seorang perempuan bernama lengkap Dania Puspitasari. Adapun dua buku solo sebelumnya bertajuk Metamorpho (Antologi Puisi) dan Mutiara Qiblat. Meskipun sempat dilanda kebimbangan dalam proses penulisan naskah, alhamdulillah novel ini selesai dan menjadi sebuah karya yang sangat inspiratif.

Yang menarik adalah tentang bagaimana seorang ibu dari tiga anak ini mendapatkan ide untuk menulis buku Abi, My First Love. Cukup mengharukan rupanya. Kala itu, Agustus 2019, sang Ayah yang biasa dipanggil Abi oleh Kak Dania, dipanggil oleh Allah SWT. Sebagai seorang anak pastinya muncul rasa kehilangan yang begitu besar. Hingga pada hari ke-21 pasca ditinggal pergi Abi untuk selama-lamanya, rasa kehilangan dan kerinduan itu semakin besar dan rasanya perlu untuk dituangkan dalam sebuah tulisan agar sedikit meringankan beban di hati.

Saat sebagian orang termotivasi untuk menulis setelah membaca karya-karya beberapa penulis hebat, Kak Dania justru termotivasi untuk menulis setelah ia menemukan dan membaca diary sang Ayah sendiri. MasyaAllah.

Proses kreatif dari menulis buku ini dimulai Kak Dania dari membuat sebuah outline yang kemudian dikembangkan menjadi ide penulisan agar menjadi sebuah cerita yang kompleks. Selain itu, beliau juga membuat sebuah mapping kenangan apa saja yang akan ia masukkan ke dalam naskah. Tidak terbayang ya ketika mengingat kenangan tersebut, kerinduan akan kehadiran sang Abi di sisi pasti semakin bertambah.

Sementara untuk judul, dipikirkan belakangan karena menurutnya, ia adalah tipe yang selesai menulis dulu baru judul dipercantik. 

Ia juga menuliskan beberapa strong why untuk menulis naskah tentang Abi yang sangat ia banggakan, yaitu :

·         Agar ilmu Abi mengalir sebagai amal jariyah,

·         Mengenangnya karena ingatan begitu rapuh,

·         Memperkenalkan Abi kepada anak cucu.

Tiga hal ini yang akhirnya menguatkan tekad Kak Dania untuk terus melanjutkan menulis naskah buku Abi, My First Love. Atas dasar rasa kehilangan tersebut, ada rasa ketakutan tersendiri jika sewaktu-waktu ingatannya tentang sang Abi perlahan-lahan hilang karena sebagai makhluk, kemampuan mengingat kita sangat terbatas. Begitu juga seperti yang kita tahu, saat waktu kita di dunia sudah habis maka saat itu juga terputuslah kesempatan untuk beramal baik. Dengan adanya buku ini, Kak Dania berharap bisa menjadi amal jariyah bagi Abi.

Ini adalah daftar isi dari buku Abi, My First Love.


 

Source: WAG TJI Community


Pada salah satu bab yaitu bab 7, Kak Dania memberikan sub judul yaitu Sang Kakek Kami. Pada bab 7 tersebut Kak Dania mencoba melibatkan anak-anaknya dalam proses penulisan. Kak Dania menanyakan satu persatu kepada anaknya layaknya wartawan yang sedang mewawancarai narasumber.

Proses ini juga bertujuan untuk mengembalikan ingatan anak-anak terhadap sang kakek yang baru saja wafat. "Dan anak-anak sangat menikmati proses tersebut serta bangga kita melihat nama mereka tercantum dalam buku yang saya tulis tersebut," ungkap Kak Dania kala itu.


Source: WAG TJI Community

“Abi saya memang suka sekali cerita, suka membaca dan menyediakan kami buku. Itu yang saya ingin wariskan ke anak cucu kami.” lanjut Kak Dania bercerita betapa bangganya ia memiliki sosok ayah seperti sang Abi.

Menutup sesi review buku hari itu, Kak Dania juga mengatakan bahwa jika setelah membaca buku ini ada yang berpendapat, “Ah, gini aja saya juga bisa.” Maka buku ini sudah berhasil memotivasi kamu bahwa kamu pun bisa menulis sebuah buku, dua buku, bahkan lebih.

Itu bukti bahwa menulis tidak membutuhkan bakat tetapi kemauan dan tekad.

Buku ini menjadi lebih menarik karena berasal dari keresahan hati sang penulis karena apa yang dari hati insyaallah akan sampai ke hati juga. Karena berkisah tentang sang Abi yang sudah pergi lebih dahulu maka sudah pasti buku ini mengandung efek baper yang akan membuat jannati sekalian meneteskan air mata setelah membacanya sembari mengingat sosok ayah masing-masing, begitu sangat menyentuh.



Kontributor: Ayadeflorian

 

Minggu, 13 Desember 2020

Writer Undercover, Kisah-kisah Pilu Profesi Penulis



Halo Jannati, masih semangat untuk berkarya, bukan? Harus dong, ya. Apalagi jika karyanya memberikan manfaat bagi diri, orang lain, agama, dan bangsa, eaaa. Duh kok jadi berat sih 😅 Jadi, sebenarnya pembahasan kali ini tentang writer undercover, semacam duka, kelam, kecut dan pahitnya menjadi penulis. Bukan untuk menakuti Jannati meraih cita-cita menjadi penulis, tetapi untuk memberikan wawasan pada para calon penulis terbaik. Harapannya, setelah membaca artikel ini Jannati bisa lebih mawas diri dan mengantisipasi kemungkinan mengalami hal yang sama. 

Sharing session pada tanggal 25 September 2020 ini terasa spesial. Selain Jannati ditemani oleh Kak Miyosi Ariefiansyah, pro blogger di www.miyosiariefiansyah.com,  juga ada coach Prita HW, founder The Jannah Institute yang akan menceritakan juga kisahnya. Seru sekali, bukan? 

Kisah Kelam Menguji Nyali, Mental dan Kesabaran

Setiap pekerjaan tentu memiliki suka dan duka. Begitu juga dengan penulis. Hanya saja saat Jannati memilih berkecimpung di dunia tulis menulis, maka harus siap dengan segala konsekuensi dan ketidaknyamanan yang mengikuti.

Ada dua kategori pengujian kesabaran yang dialami penulis  internal dan eksternal. Faktor internal masih dibagi lagi menjadi tiga bagian, yakni yang berhubungan dengan upah, perasaan, dan asumsi.

Ada banyak kejadian dibalik writer undercover yang berhubungan dengan upah, yakni :

Tidak dibayar. Hal ini pernah dialami oleh Kak Prita, dimana ia diminta untuk menulis dua buku solo yang cukup menghabiskan waktu. Namun, saat buku sudah selesai untuk menuju proses selanjutnya, tidak ada kejelasan untuk pembayarannya. Bahkan hingga artikel ini ditulis, ketidakjelasan ini sudah mencapai lebih dari setahun lamanya. Sedih ya, Jannati. Semoga Kak Prita segera mendapatkan kabar baiknya, ya. 

Dibayar dengan harga di bawah harga pasar. Hal ini pernah dialami oleh teman Kak Miyosi. Dimana harga artikel untuk 1000 kata hanya dibayar Rp. 10.000 saja. Belum lagi kata Kak Prita, kalau ada yang juga meminta keyword kata tertentu. Sungguh menyebalkan. 

Seperti yang Jannati ketahui, proses menulis itu tidak mudah. Ada proses pencarian ide, pembuatan outline, eksekusi, swasunting, hingga tahap akhir. Semuanya membutuhkan energi yang tidak bisa diremehkan. Lagipula tidak semua orang memiliki kemampuan tersebut. Jadi, upah yang diberikan haruslah pantas. 

Hati-hati jika Jannati mengambil proyek di projects.com, sribulancer.com, freelancer.com dan platform semacamnya. Karena meski sudah ada portofolio, masih ada oknum yang memanfaatkan keluguan penulis baru dengan meminta contoh tulisan yang memiliki tema sama. Selanjutnya baru akan ditentukan akan terjalin kerjasama atau tidak. Kalau contoh tulisannya memang sudah Jannati lampirkan sebagai portfolio, atau tulsan dengan tema project yang akan dibuat nggak masalah. Tapi, jika tulisannya benar-benar baru sesuai brief yang diminta, lebih baik lakukan negosiasi ulang. Itu tips dari Kak Prita yang telah menjalani profesi sebagai freelance writer sejak 2010. 

Kak Prita juga menambahkan, untuk saat ini, ia mungkin akan menerima pemesanan artikel dari projects.com atau sribulancer.com, dengan ketentuan per 700-1000 kata masing-masing seharga Rp. 30.000. Itu pun harus dalam jumlah besar, minimal 10-50 artikel setiap proyeknya. 

Pembayaran terlambat

Pembayaran diselewengkan

Ikut lomba tetapi hadiah tidak manusiawi. Banyak sekali perlombaan-perlombaan yang seperti ini. Meski di awal sebenarnya tahu jika hadiahnya sekian. Namun, saat dijalani ternyata tidak sebanding. 

Ikut lomba tapi berbayar. Tentu Jannati pernah mengetahui tentang hal ini. Jika dalam bentuk kelas menulis, yang pastinya Jannati diberi kritik dan saran penulisan tentu tidak apa-apa. Atau ada fasilitas lainnya. 

Fee dicicil bahkan hingga bertahun-tahun lamanya. 

Writer Undercover yang berhubungan dengan perasaan, ada tiga macam. Yakni :

Dikhianati (saat ada penulis lain meminta info terlihat ramah sekali, tetapi sayangnya ketika keinginannya sudah tercapai si pemberi info dilupakan begitu saja.), 

Penulis cari muka, 

Tulisan diplagiat, bahkan oleh website islami. Hal ini pernah pula terjadi di sebuah perlombaan kepenulisan, dimana tulisan tiba-tiba diterbitkan di empat website tanpa pemberitahuan kepada penulisnya. Apalagi ternyata sebenarnya naskah tersebut fiksi. Namun, dianggap non fiksi sehingga sempat menimbulkan konflik. Setelah diperingatkan, baru kemudian diturunkan. Hati-hati dengan plagiator ya, Jannati. 

Mendapatkan kenyataan bahwa sikap tak sebaik tulisan. 

Berhubungan dengan asumsi masyarakat terhadap penulis adalah dianggap pengangguran dan bukan sebuah profesi. Tak jarang Kak Miyosi sering diberi saran untuk mengikuti tes CPNS oleh keluarga dan kawan-kawan beliau. Sedih sekali ya, Jannati. Profesi penulis memang belum terlalu dianggap sebagai sebuah pekerjaan di Indonesia. Jadi, sabar saja, hehe. 

Selanjutnya pengujian kesabaran dari faktor eksternal. Yakni faktor yang bukan dari dalam diri penulis. Terdiri dari :

Kegalauan saat menjadi ghost writer. Saat buku pesanan sudah terbit kemudian menjadi best seller, seorang ghost writer harus tetap tutup mulut. Padahal di dalam hati tentu saja terjadi kemelut yang tidak bisa diungkapkan. Inilah yang dialami Kak Miyosi saat itu. 

Lalu, mengapa tetap ambil job ini? Alasannya adalah saat itu Kak Miyosi ingin mencoba hal yang baru, temanya cocok dengan beliau, dan fee yang diberikan tentunya. Oleh karena itu, Kak Miyosi tidak pernah menyesal, hanya terkadang merasa galau saja. 

Ingin mengambil job sebanyak-banyaknya. Padahal belum tentu bisa mengerjakan semua. 

Tergoda proyek pesanan daripada menyelesaikan proyek pribadi. 

Manajemen Waktu 

Saat ditanya tentang manajemen waktu, tentu setiap penulis berbeda-beda. Namun, seperti kata Dee Lestari saat seminar dan Kak Prita menjadi moderatornya, bahwa, “hidup saya lebih teratur saat saya sedang menulis.”

Sebagai seorang ibu dari balita, maka Kak Miyosi memilih untuk mengerjakan proyek pribadi, yakni menulis buku. Jika dulunya, ia bisa menulis satu buku dalam seminggu, maka sejak memiliki buah hati, ia menulis saat anaknya tertidur. Setiap hari, ia akan menulis sebanyak empat halaman. Mungkin akan lama untuk menjadi sebuah buku, tetapi untuk saat ini, itulah yang dirasa mampu dilakukan. 

Tak begitu berbeda dengan Kak Prita. Ia akan menulis caption (meski panjang) sambil bermain dengan duo krucilnya. Karena memang sudah terbiasa, jadi tidak terlalu membutuhkan waktu yang lama. Untuk blog, ia akan membuat draft dulu baru kemudian editing, menyertakan foto, dan penyempurnaannya dilakukan di lain waktu. 

Untuk opini ke media, ia rutin melakukannya setiap bulan, satu dua artikel. Karena menulis opini lebih menguras pikiran, maka Kak Prita memilih untuk mencari referensi dulu, lalu mencatat intinya di notes. Baru jika sudah lengkap dieksekusi. Sedangkan untuk buku solo cenderung memakan waktu lebih lama sehingga menunggu jika duo krucilnya sudah bisa ditinggal. 

Setiap penulis pasti menemukan waktu yang tepat untuk menuangkan idenya. Coba saja semuanya, kemudian Jannati pasti akan menemukan polanya. 

Pesan Kak Miyosi jika tetap ingin menjadi content writer, maka lebih baik pakai bahasa Inggris. Karena pangsanya bisa lebih luas. Ia berharap suatu saat nanti, The Jannah Institute bisa memiliki kelas menulis Bahasa Inggris yang bekerja sama dengan mentor berpengalaman. Sehingga lulusannya bisa memiliki skill yang mumpuni untuk bersaing dengan penulis lainnya. 

Baca Juga : Menulis Asik with Kak Miyosi

Berbeda dengan pesan dari Kak Prita, daripada menjadi content writer, lebih baik menjadi blogger yang di-monetized. Karena, untuk mendapatkan Rp. 300.000-500.000 seorang content writer harus menulis setidaknya 10-20 artikel, maka pada blog cukup menulis satu artikel saja. 

Sebagai penutup, Kak Prita berpesan agar tetap semangat dan belajar menentukan prioritas. Jangan sampai stres gara-gara menulis. 


Kontributor : Alan Zakiya Permana Wati (@alanzakiya)

Alumni Online Writing Class #2 dan Kelas Menulis Caption IG #4



Atasi Perasaan Mindermu dengan Baca Buku "Seni Mengelola Rasa Minder dengan Trigger"



Minder atau rendah diri adalah perasaan negatif yang sering muncul saat kita merasa kurang atas apa yang sudah dimiliki. Biasanya hal ini muncul karena adanya pembanding (orang lain). Jannati pernah merasakan seperti ini juga, tidak? Minder karena kemampuan, keuangan, pencapaian, atau body goals? Lalu, apa yang Jannati lakukan? Berusaha percaya diri atau malah menghindari kerumunan? Apapun yang terjadi tetap pilih yang pertama ya. 

Nah, kebetulan nih! Tanggal 18 September 2020 kemarin, WhatsApp grup TJI Community mengadakan book review : Seni Mengelola Rasa Minder dengan Trigger, karya Kak Inten Tamimi. Penulis yang merupakan sarjana Ekonomi Universitas Jember ini, ternyata telah memiliki satu buku solo kumpulan puisi, dan lima antologi. Buku Seni Mengelola Rasa Minder  dengan Trigger ini merupakan buku non fiksi solo pertama yang ditulisnya. 

Penulis yang lahir di Pasuruan tahun 1998 ini mengaku bahwa usahanya menulis buku nonfiksi ini adalah untuk membagi rasa minder yang pernah dialaminya. Terselip juga pengalamannya seputar rasa minder ini. Kak Inten berharap dengan begitu para pembacanya juga mampu bercerita perihal rasa mindernya. Lalu perlahan namun pasti, rasa negatif ini bisa berkurang dan hilang. 

Perasaan minder yang terus menerus dirasakan pasti akan berpengaruh terhadap kehidupan. Potensi-potensi yang dimiliki bukan tidak mungkin akan tenggelam karena memang tidak pernah diasah dan diperlihatkan. Karena itu, upaya mengatasi rasa minder ini perlu dipelajari dan dikerjakan agar tidak berlarut-larut. Salah satunya dengan membaca bukunya Kak Inten ini. 

Buku Seni Mengelola Rasa Minder dengan Trigger ini terbit setelah Kak Inten mengikuti kelas Nulis Aja Community (NAC) yang pada waktu itu memang sedang open recruitment. Baginya, ini adalah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan. Setelah mengikuti kelas menulis buku dari mentor, maka diberikanlah tugas menulis buku ini. Kak Inten memilih menulis nonfiksi untuk menantang kemampuannya di bidang ini. Alhamdulillah berhasil. 

BACA JUGA : Keterampilan Berbicara Itu Perlu

Tenggat waktu yang diberikan mentor NAC adalah selama tiga bulan, yakni mulai bulan Maret hingga Mei. Hal ini sempat membuat Kak Inten mengalami mental block, tetapi tidak menyurutkan tekad Kak Inten untuk merampungkan tulisan. Kak Inten terus melakukan riset dengan membaca buku-buku terkait serta mewawancara orang-orang di sekitarnya yang memiliki permasalahan dengan keminderan. Bahkan Kak Inten juga sempat mengganti banyak outline hingga terlihatlah isi buku seperti yang sekarang terbit ini.

Mengapa Kak Inten memilih judul Seni Mengelola Rasa Minder dengan Trigger? Karena buku ini berisi tentang cara mengelola rasa minder yang kerap dialami oleh banyak orang. Nah, proses pengarahan menjadi lebih baik itu membutuhkan seni. Sedangkan trigger adalah pemicu agar seni pengelolaan rasa minder ini bisa berjalan dengan lebih cepat. 

Setiap orang tentu memiliki trigger yang berbeda-beda. Karena latar belakang serta cara pemikiran yang berbeda akan berpengaruh terhadap keputusan yang diambil seseorang. Jika Jannati masih belum menemukan trigger-nya, jangan panik! Karena di buku Kak Inten ini juga diberikan beberapa contoh dari trigger tersebut. Bisa jadi salah satunya sesuai dengan para Jannati atau bisa jadi salah satunya menjadi pengingat tentang trigger Jannati pribadi. 

Buku ini berisi lima bagian yaitu : 

Reminder about Me, berisi tentang mengapa rasa minder itu muncul? 

Serba Serbi Curhatan Minder, berisi tentang kisah atau cerita pribadi penulis terkait rasa minder. 

Kelola Rasa Minder, berisi tentang cara mengelola rasa minder

Ini triggerku, kalau kamu apa triggermu? Berisi tentang trigger sebagai pemicu untuk dapat membantu mengelola rasa minder.

Manfaat Mengelola Rasa Minder, berisi tentang manfaat setelah kita bisa mengelola rasa minder

Semua tentang rasa minder dibahas di buku ini. Bagi Jannati yang merasa memiliki permasalahan yang sama, maka tidak ada salahnya untuk mencoba membacanya. Karena buku ini cocok untuk dibaca dan diterapkan oleh semua umur. 

“Setiap orang memiliki rasa mindernya, kembali lagi ke diri masing-masing ingin terus merasa minder atau mencari celah untuk menggali potensi diri. Kehebatan orang berbeda-beda, maka cintai diri kita dari sekarang.” Kata Kak Inten menutup sesi sharingnya. 


Kontributor : Alan Zakiya Permana Wati

Alumni kelas Online Writing Class #2 dan kelas Menulis Caption Instagram dengan Gaya Story Telling #4