Ada Apa dengan Cancel Culture di Korea?

Minggu, 09 Januari 2022

Ada Apa dengan Cancel Culture di Korea?






Saat ini, drama Korea sudah banyak digemari berbagai kalangan. Tidak heran jika kebanyakan aktor/aktrisnya sudah dikenal di penjuru dunia. Sehingga, mereka dituntut untuk terlihat sempurna di mata publik. Tetapi, karir mereka bisa saja hancur hanya karena satu skandal yang menimpa mereka. Fenomena ini sudah dibahas dalam TJI Sharing session di tanggal 29 Oktober 2021. Mari kita simak penjelasannya, yuk!

Sebelum membahas cancel culture secara mendalam, mari kenali profil singkat narasumbernya. Ia bernama Helmiyatul Hidayati, biasa dipanggil Mbak Helmi. Lahir di Jember, pada tanggal 2 Mei 1990. Mbak Helmi bertempat tinggal di Perum Istana Tidar B5-14.

Kini Mbak Helmi merupakan Ibu dengan satu anak bernama Raditya Narendra yang berumur 9 tahun. Kegiatan Mbak Helmi saat ini adalah Ibu rumah tangga, Blogger, content creator, dan mompreneur.

Kebetulan Mbak Helmi adalah seorang K-Poper yang juga menyukai drama Korea. Sehingga pengetahuannya mengenai kebudayan Korea layak untuk dibagikan. Oleh karena itu, Mbak Helmi akan membagikan opininya mengenai fenomena Cancel Culture yang telah dialami oleh actor kenamaan Kim Seon-Ho.

Aktor Kim Seon-Ho

Cancel Culture sendiri adalah fenomena dimana karir seorang publik figur hancur dengan sekejap, hanya karena suatu kasus/skandal yang tidak bisa ditolerir oleh fans atau publik.

Misalnya, Aktor A sedang naik daun karena drama yang ia bintangi menjadi popular, lalu karena rumor buruk yang tersebar, banyak brand dan acara yang ia bintangi lansung memutus kontraknya. Sehingga dinamakan Cancel Culture.

Hal ini didukung dengan industri K-Pop yang memiliki banyak Idol dan artisnya yang setara dengan artis global atau internasional. Seperti Dita Karang dan Lisa Blackpink yang debut di korea walaupun mereka tidak bekewarganegaraan Korea. Sehingga untuk menjadi artis Global tidak selalu mendebutkan karirnya lewat Hollywood, tetapi juga bisa dari Korea.

Pada akhirnya, banyak orang bermimpi untuk menjadi artis di Negeri Ginseng sudah seoerti ‘Produk’. Sedangkan agensi yang menaungi artis-artis tersebut adalah ‘Produsen.’ Artis tersebut dilatih dan dibentuk hingga mencapai target citra yang diinginkan oleh perusahaan.

Oleh karena itu untuk setiap artis/publik figur yang terbentuk, mereka sukses dan tenar punya satu kewajiban lagi dalam menjaga image-nya, yaitu Tidak Boleh memiliki Skandal. Dengan kata lain, mereka harus ‘Sempurna’

Namun, di dunia ini mana ada manusia yang sempurna? Artis berskandal selalu ada, ketika skandalnya mencuat mereka akan beresiko mengalami ‘Cancel Culture’ yaitu budaya meninggalkan publik figure ketika mereka memiliki skandal.

Skandal terbaru yang sedang heboh sekarang ini sedang menimpa salah satu aktor Kim Seon Ho, ia terkenal karena karakter Han Jie Pyong di drama Start Up. Saking boomingnya, hingga salah satu tempat makan di Indo memasang plakat dengan tulisan “Tim Han Jie Pyong atau Tim Nam Do San” yang merupakan karakter utama dari drama tersebut.

Drama Korea "Start-Up"

Tetapi, setelah nama Kim Seon-Ho melejit, tiba-tiba saja karirnya berada di unjung tanduk karena postingan mantan pacarnya yang mengaku dipaksa aborsi, dia langsung di kucilkan. Iklannya banyak yang diturunkan bahkan papan billboard berita skandalnya dipasang di tengah-tengah kota.

Fenomena Cancel Culture ini tidak hanya merugikan materi, tetapi juga psikologis dari sang aktor bersangkutan, terlepas dari fakta bahwa berita yang tersebar itu sudah terbukti kebenarannya, atau hanya rumor berlaka yang berdasarkan iri, dengki, atau dendam dari orang yang menyebarkan isu tersebut.

Lalu, kenapa Cancel Culture bisa ada di Korea dan China? Berikut alasan logis yang dijelaskan oleh Mbak Helmi:

  • Pada dasarnya, fitrah manusia memiliki keinginan untuk mengagungkan sesuatu yang ‘Maha’ segalanya. Namun, karena warga disana banyak yang tidak mengenal konsep agama atau ketuhanan, akhirnya yang diagungkan atau diidolakan adalah sesama manusia yang mereka anggap ‘Sempurna’.

Sedangkan manusia tidak lepas dari salah dan kekhilafannya. Ketika seseorang yg mereka cintai ada cacatnya, mereka marah sampai ke tingkat kecewa. Bahkan ada fans Kim Seon-Ho yang tidak berhenti menangis sampai tidak makan berhari-hari, hingga akhirnya dibawa ke rumah sakit karena skandal tersebut. 

  • China-Korea-Jepang memang terkenal dengan budaya disiplin dan aturan yang ketat. Para berwenang, ketika publik figurnya kena skandal, tidak ragu untuk membatalkan kontrak, menutup akses medsos, melarang mereka tampil di tv lagi, dan lain sebagainya.

Contohnya adalah Kriss Wu, penyanyi di China yang terkena skandal pelecehan seksual. Segala akun medsosnya dihapus, lagu-lagunya dihapus dari berbagai platform.

Namun ada sisi baik nya juga, dengan begitu publik figur bisa memberi contoh yang baik, tanpa ada skandal dan perbuatan buruk lainnya. Sedangkan sisi buruknya sendiri tidak sepatutnya Idola di maha agungkan segala-galanya lebih dari sang pencipta.

Selain itu, budaya ini berbanding terbalik jika dibandingkan dengan Indonesia. Publik Figur yang terkena skandal malah semakin tenar. Bahkan ada beberapa artis yang sengaja membuat skandal agar Namanya melejit. Sehingga tidak ada cuan jika tidak ada sensasi. 

Lalu, apakah cancel culture sebaiknya juga menjadi budaya di Indonesia? 

  1. Meskipun sanksi sosial di sana dianggap baik. Namun itu bukan yang terbaik. Tidak heran meski sanksinya sudah seperti itu. Skandal akan terus berulang. Meskipun kelihatannya sudah berat. Sanksi sosial hanya bersifat sementara dan tidak membuat kapok

  2. Semu, karena industri hiburan hari ini, dengan konsep liberalisme & sekulerisme yang mendarah daging, justru menjadi pemicu orang lain melakukan skandal. Pacaran, hamil di luar nikah, narkoba, pelecehan seksual, LGBT, dll sudah banyak terjadi dan menjadi kejahatan serius. Sedikit banyak dipengaruhi oleh industri hiburan. Ironi sekali bukan? 

  3. Definisi kebenaran bisa bergeser. Bisa jadi hari ini yang dianggap skandal oleh banyak orang, kelak tidak akan dianggap skandal lagi. Pemikiran manusia tidak bisa mendefinisikan kebenaran secara hakiki.

    Misalnya pada kasus Kim Seon-Ho, dia dikritik karena memaksa mantan pacarnya aborsi. Namun tidak dikritik atas perilaku seks bebasnya. Seks bebas adalah sesuatu yang buruk, namun akhir- akhir ini telah mendapat pemakluman besar asal "suka sama suka." Terlebih sejak tahun 2015, aborsi dan zinah itu sudah tidak dianggap ilegal lagi.

  4. Bagi muslim, QS. Al Maidah 49-50 cukup untuk menegaskan kita seharusnya mengambil solusi seperti apa dalam mengatasi problematika hidup.

    "Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (5: 49)”

    “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (5: 50)” 

  5. Bagi muslim, cinta dan benci itu harus sesuai dengan syariat. Ini yang sulit dimiliki. Misal fans tidak suka jika idolanya berpacaran, bukan karena pacaran itu haram, tapi karena kecemburuan dan obsesi. Oleh karena itu, tuntutan ini pula para idola mereka biasanya malah menjalin hubungan diam-diam, tau-tau menghamili anak orang

    Mungkin saja bercermin dari kasus Kim Seon-Ho ini, Cancel Culture sepertinya akan bergeser. KSH dianggap tidak bersalah karena aborsi merupakan kesepakatan bersama. Zinah juga bukan ilegal. Tidak ada tuntutan hukum dalan kasus ini. Bahkan mantan kekasihnya yang diserah oleh netizen.

    Jadi meskipun KSH salah, ini mulai dianggap bukan skandal, karena aborsi dan zinah tidak dianggap ilegal lagi. Tetapi hanya urusan pribadi masing-masing. Itulah pentingnya untuk kita memiliki aturan yang benar, yang tidak berdasarkan hawa nafsu manusia

Lalu, Kenapa di Indonesia tidak bisa diberlakukan cancel culture?

  • Budaya di Indonesia banyak dipengaruhi pleh budaya dan pemikiran asing dari awal. Jadinya silau dengan peradaban lain. Akhirnya tidak mempunyai standar jelas terhadap karakter publik figur. Lihat saja koruptor dihormati oleh politisi, dan pejabat, meskipun salah tetep dihormati, karena tidak ada prinsip integritasnya.
  • Cinta dan benci bukan karena Allah, tapi karena suka sama suka. Meski melakukan hal haram, kalo idolanya tetap akan dibela. Alasannya karena agama adalah urusan masing-masing. 
  • Rating is everything. Kapitalisme membuang idealisme selama menghasilkan keuntungan.

Sekian penjelasan mendetail dari Mbak Helmi tentang Cancel culture yang marak terjadi di Negeri Ginseng. Semoga bisa menjadi pembelajaran berharga untuk kita semua agar tetap menjaga perilaku dan perbuatan. Meskipun bukan publik figure, kita harus tetap menjaga perbuatan kita agar hubungan dengan sesama di lingkungan sekitar tetap terjaga, Jannati!

0 komentar :

Posting Komentar